LampuHijau.co.id - Partai Gelombang Rakyat (Gelora) berhasil mempertemukan penggerak JASMEV, Dyah Kartika Rini, dan penggerak Relawan Ganti Presiden (RGP), Ari Saptono, yang dulu saling bertempur pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Keduanya bertemu di Studio Gelora Media Centre pada Selasa (22/6/2021).
Mereka selama ini selalu berseberangan, karena perbedaan pilihan politik pada 2019 lalu, mendukung calon presiden masing-masing. Mereka saling bertempur satu dengan lainnya agar kandidat yang didukung menang.
“Namanya relawan, terus tempur dari dulu. Nah, sekarang mereka bertemu di Studio Gelora. Yang satunya sudah menjadi Ketua Bidang Komunikasi di Partai Gelora (Ari Saptono), saya khawatir Mbak DeeDee (Dyah Kartika Rini ) juga bakal gabung nanti,” ujar Anis Matta, Ketua Umum Partai Gelora Indonesia dalam keterangannya, Minggu (27/6/2021).
Berita Terkait : Partai Gelora Minta Prabowo Sampaikan Pidato Kebudayaan dan SDM Unggul Usai Dilantik Nanti
Dyah Kartika Rini dan Ari Saptono bertemu dalam forum diskusi Gelora Talk4 dengan tema ‘Pembelahan Politik di Jagat Media Sosial: Residu Pemilu yang Tak Kunjung Usai’ pada Selasa (22/6/2021).
“Saya sudah mengenal nama beliau (DeeDee) 10 tahun yang lalu, tapi baru kali ini saya melihat beliau. Seingat saya dulu tidak berjilbab, sekarang sudah berjilbab. Ini menujukkan bahwa setiap orang bisa berubah,” ungkap Anis Matta.
Menurut Anis Matta, orang yang kemarin bertentangan dengan kita, mungkin suatu waktu akan menjadi kawan, bukan musuh lagi. “Dari cara seperti ini, kita belajar. Dan mereka yang terus belajar akan menjadi bangsa pembelajar dan lebih gampang membuat kita bersatu, bukan gampang merusak,” tegas Anis Matta.
Berita Terkait : DPR Desak Pemerintah Terbitkan Aturan Turunan UU Kesehatan yang Baru
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Partai Gelora Indonesia Mahfuz Sidik menambahkan, sebenarnya yang harus disatukan bukan relawan JASMEV dan RGP saja. Tapi juga para pimpinan ‘Cebong’ dan ‘Kampret’, karena residu pembelahan politiknya masih ada dan mulai menunjukkan ekskalasi peningkatan jelang Pemilu 2024.
“Kandidatnya sudah bersatu, relawannya juga sudah, cuman yang dibawah tidak serta merta ikut, masih ada Cebong dan Kampret. Kita ingin satukan, cuman kita tidak tahu siapa pimpinan Cebong dan Kampret-nya,” lanjut Mahfuz.
Dyah Kartika Rini, penggerak JASMEV mengatakan, kondisi pembelahan politik saat ini menjadi warning bagi partai politik. Sebab, kelompok-kelompok di masyarakat saat ini telah menciptakan kekuatan politik tersendiri sebagai elemen oposisi nonpartai. Mereka bisa memaksakan ide-idenya untuk didengar para pengambil keputusan di negeri ini.
Berita Terkait : DRD Kaltim Cium Aroma Korupsi di Proyek Pemkab Berau, Rencana Surati KPK
“Ini harus menjadi pemikiran bersama tentang persoalan ini. Ini menjadi warning, ya lampu kuning bagi partai politik,” ujar Dyah.
Sedangkan Ketua Bidang Komunikasi Partai Gelora Indonesia yang juga penggerak RGP, Ari Saptono mengakui, ada pergeseran peran partai politik yang bisa dilihat dari mulai maraknya calon independen dalam Pilkada Serentak 2020 lalu. “Lebih dari 50 persen calon independen dalam Pilkada menang. Masyarakat sudah apatis dan jenuh dengan partai politik, lalu memilih calon alternatif yang relatif masih murni,” terang Ari.
Sementara dirinya berharap kondisi pembelahan di masyarakat harus segera diakhiri dan tidak bisa dibiarkan terus, karena kesadaran politik masyarakat saat ini semakin meningkat. "Kita perlu membuat forum-forum semacam ini, kita sampaikan meskipun pelik. Tetapi harus bisa dipahami masyarakat, tidak boleh pecah belah seperti ini lagi,” pungkasnya. (Asp)