LampuHijau.co.id - Koordinator Aliansi Masyarakat Penyelamat Pertanian Indonesia (AMPPI), Debi Syahputra meminta Dwi Andreas Santosa untuk berhenti membuat gaduh dengan melontarkan kritik pada sektor pertanian secara tendensius. Debi menilai cara usang Andres mampu dibaca oleh publik sehingga apa yang dilontarkan tetap tidak bisa mendapat proyek besar dari pemerintah apalagi jika dilakukan dengan cara cara yang kotor dan tidak prosedural.
Menurutnya, dibalik kritik pedas yang kerap ia lontarkan, tersimpan rekam jejak proyek bernilai miliaran rupiah yang patut dipertanyakan transparansinya. “Publik sudah waras dan bisa membaca apa yang menjadi fokus Andreas dalam mencari proyek di kementan,” ujar Debi, Senin, 6 Januari 2025.
Sebagaimana catatannya, Debi mengatakan Dwi Andreas pernah “mendadak bisu” sebagai pengamat pertanian setelah mendapatkan proyek senilai lebih dari Rp 5 miliar pada 2022. Proyek tersebut berfokus pada pemetaan komoditas hortikultura bersama Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan.
Baca juga : KPK Tetapkan 1 Tersangka di Kasus Korupsi Fasilitasi Pengolahan Karet Kementan
Menariknya, pada 2023 Andreas kembali meneken kontrak untuk proyek Swakelola Pengembangan Lahan Pertanian Produktif bersama Direktorat Perlindungan dan Penyediaan Lahan Kementan. Pola yang terlihat jelas: ketika proyek berjalan, kritik mereda; ketika akses terhadap proyek terputus, kritik kembali membanjiri ruang publik.
“Fakta ini semakin menegaskan bahwa kritik yang dia lontarkan terhadap program swasembada pangan patut dipertanyakan motifnya. Apakah kritik tersebut murni demi kepentingan petani dan kemajuan sektor pertanian, atau sekadar bentuk kekecewaan akibat tidak lagi mendapatkan akses terhadap proyek-proyek bernilai miliaran rupiah?” katanya.
Menurut Debi, masih banyak rekam jejak kontroversial Dwi Andreas dalam bermain proyek di Kementan. Pada 2017, AB2TI yang dipimpinnya menjalin kerjasama dengan Balai Besar (BB) Padi Kementan dalam rangka pemuliaan varietas dan produksi benih padi. Namun, proyek tersebut akhirnya dihentikan karena berdasarkan hasil evaluasi, AB2TI tidak memahami standar baku dan prosedur dalam pelepasan varietas, sehingga proyek tersebut dianggap tidak dapat dilanjutkan.
Baca juga : Pakar Sebut Kebijakan Prabowo Swasembada Pangan Tepat Untuk Menekan Angka Kemiskinan
Alih-alih memberikan kritik berbasis data dan saran konstruktif, Dwi Andreas justru terlihat membangun narasi swasembada pangan seenaknya. Kritiknya lebih terlihat seperti upaya untuk menggiring opini publik demi merusak citra program swasembada yang saat ini tengah diupayakan keras oleh Kementerian Pertanian di bawah kepemimpinan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman.
“Kritik kosong yang dilontarkan Dwi Andreas hanya akan mengaburkan fokus publik dari upaya nyata yang sedang dilakukan pemerintah,” katanya. Untuk dipahami bersama, swasembada pangan adalah cita-cita besar Presiden Prabowo Subianto untuk memastikan ketahanan pangan nasional jauh lebih kuat. Program ini harus mendapatkan dukungan penuh dari semua pihak, termasuk para pengamat dan akademisi.
“Jangan sampai kepentingan pribadi dan proyek masa lalu menghalangi cita-cita luhur ini,” kata Debi. Debi menyarankan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan dalam mendalami keterlibatan Dwi Andreas dalam proyek-proyek di Kementan di masa lalu. KPK harus memastikan transparansi dan akuntabilitas dari setiap proyek yang pernah melibatkan Dwi Andreas dan AB2TI.
Baca juga : Pengamat: Ada Pemain Proyek di Pertanian, Halangi Swasembada Pangan
Jika ditemukan indikasi pelanggaran hukum, maka pihak yang terlibat harus bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan yang berlaku. “Jangan-jangan sekarang kritiknya yang gaduh ini hanya upaya untuk mencari panggung, demi kembali dilibatkan dalam proyek bernilai besar di Kementerian Pertanian,” katanya.
Untuk dipahami bersama, swasembada pangan adalah cita-cita besar Presiden Prabowo Subianto yang bertujuan untuk memastikan ketahanan pangan, meningkatkan kesejahteraan petani, dan mengurangi ketergantungan pada impor komoditas pangan strategis.
“Ini bukan sekadar wacana, apalagi ajang untuk mencari keuntungan pribadi melalui proyek-proyek yang tidak transparan. Jika Dwi Andreas benar-benar peduli dengan pertanian Indonesia, seharusnya ia hadir dengan solusi konkret, bukan sekadar kritik kosong yang bermotif kepentingan pribadi. Kritik yang baik lahir dari kejujuran, bukan dari rasa kecewa akibat terputusnya aliran proyek,” jelasnya. (SEP)