Kritisi Politik Liberal, Fahri Hamzah Dorong Konsolidasi Nasional

Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah dalam diskusi Gelora Talks. (Foto: ist)
Kamis, 2 Januari 2025, 10:26 WIB
Political News

LampuHijau.co.id - Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah menyampaikan kritik terhadap fenomena politik liberal yang dinilainya telah merusak semangat persatuan dan keharmonisan nasional di Indonesia.

Menurut Fahri, sistem politik liberal menciptakan situasi yang saling bertentangan di antara anak bangsa, sehingga memicu konflik dan perpecahan yang tidak produktif.

"Politik liberal bersifat centang perenang, membuat kita saling diadu, bertengkar, dan menghina. Padahal, efek dari pertengkaran itu tidak signifikan," kata Fahri Hamzah dalam diskusi Gelora Talks, 'Menyongsong Momentum Indonesia, Refleksi 2024 dan Proyeksi 2025' di Jakarta, Rabu (1/1/2025) sore.

Selain itu, sistem politik liberal yang diterapkan di negara-negara Barat juga memiliki kelemahan, seperti kurangnya konsolidasi dan moral yang merosot akibat peperangan.

Sebagai solusi, Fahri mendorong Presiden Prabowo Subianto untuk memimpin konsolidasi nasional melalui kebijakan politik yang berorientasi pada jati diri bangsa Indonesia.

"Kita membutuhkan komando baru dalam politik untuk menciptakan arah yang jelas dan membawa bangsa ini menuju masa depan yang lebih kuat. Tetapi bukan godaan untuk meniru sistem pemerintahan otoriter seperti China," tegasnya.

Baca juga : Hadirnya Anis Matta dan Fahri Hamzah Diyakini Bisa Bantu Prabowo Wujudkan Mimpi Negara

Dikatakannya, ada tiga komando yang diperlukan untuk mengkonsolidasi bangsa Indonesia saat ini, meski dikritik sebagian orang sebagai feodalisme. Pertama adalah komando politik; kedua, komando ekonomi; dan ketiga, komando sosial.

Komando politik ini dalam pengertian prosedur dalam berpolitik atau konsolidasi politik. Sehingga ada keharmonisan antar anak bangsa di antara pusat dan daerah, suku dan agama, serta penghapusan dominasi partai-partai yang bersifat ekstremis.

"Di masa Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo), partai politik seenaknya main di belakang mentorpedo kekuatan presidensialisme, merusak sistem presidensialisme untuk untuk menyerang Pak Jokowi, yang seolah olah dia tidak ada jasanya," ungkap politisi yang juga menjabat Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman (Wamen PKP) itu.

Padahal kata Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini, Presiden Jokowi berhasil menata kembali sistem presidensialisme, membangun rekonsiliasi dan menciptakan transisi pemerintahan yang berjalan mulus ke Presiden Prabowo.

Sedangkan komando ekonomi, dimaksudkan untuk melakukan konsolidasi ekonomi, meninggalkan ekonomi liberal yang memanjakan pemilik modal dan memperjuangkan ekonomi Pancasila, yakni koperasi dan sistem gotong royong.

"Dalam hal ekonomi, Pak Prabowo paling tidak, ingin berhentilah kita mencuri, berhentilah kita merusak alam, berhentilah mengacak acak alam ini. Bayarlah pajak, cukai, serta berhentilah melakukan korupsi bersama para pejabat dan pesta pora atas sumber daya alam ini," tandasnya.

Baca juga : Sejarah Transisi Pemerintahan Damai, Fahri Hamzah: Jiwa Jokowi-Prabowo Pemimpin yang Menyatukan

Pada kesempatan yang sama, ulama dan da'i Nasional KH. Bachtiar Nasir mengatakan, umat Islam harusnya lebih banyak bersyukur tinggal di Indonesia dengan segala dinamikanya, dibanding mereka yang hidup di dunia Arab.

"Orang Islam di Indonesia itu masih bisa pakai akal sehat, dibanding di dunia Arab. Kita masih ngumpul dan mengkritik pemimpin kita. Kita bersyukur banget tinggal di Indonesia, kalau tinggal di Arab, kita bisa tidak ada," katanya.

Menurutnya, para pemimpin Arab terkadang sama kejamnya dengan Israel, terhadap perilaku dan perbuatannya kepada rakyat mereka yang menentang kekuasaan mereka.

"Karena itu, berangkat dari kesyukuran itu, kita ajak umat dengan satu tujuan untuk membangun Indonesia dengan semua dinamikanya dan terkadang dengan perlawanan," ujarnya.

Selain itu, Ketua Umum DPP Jalinan Alumni Timur Tengah Indonesia (JATTI) Periode 2022-2025 ini menilai, Presiden Prabowo Subianto adalah karakter tokoh yang bisa memimpin umat.

"Kita kesampingkan dulu urusan politik di era global sekarang. Kita butuh pemimpin yang mengerti literasi global. Kita tidak mungkin bisa mengambil kebijakan politik regional, bahkan nasional tanpa melihat konteks geopolitik," katanya.

Baca juga : Putusan MK Ubah Lanskap Pilkada, Fahri Hamzah: Pastikan Otda Lebih Bermakna

Bachtiar juga berharap, Partai Gelora menjadi yang menjadi yang terdepan dalam memberikan literasi global kepada umat, sehingga umat memiliki kesadaran untuk bersatu dalam membangun Indonesia.

"Saya juga ucapkan terima kasih kepada Wamenlu, Pak Anis Matta yang juga telah memberikan pesan moralnya kepada negara Arab dan Dunia Islam dalam upaya menjaga perdamaian dunia. Mudah-mudahan Indonesia menjadi kekuatan kelima besar dunia," tambahnya.

Sementara pakar militer dan keamanan Pitan Daslani mengatakan, tahun 2025 menjadi momentum terbaik untuk menciptakan stabilitas nasional yang dinamis di tengah situasi global yang tidak pasti.

"Demokrasi tidak boleh menciptakan instabilitas, tapi harus ada stabilitas dinamis untuk membangun bangsa. Stabilitas dinamis itu, terbuka ruang untuk orang memberikan pendapat di depan umum. Tapi kritikannya itu, harus menjadi solusi, bukan asal kritikan-kritikan," kata Pitan.

Ia pun sepakat dengan Fahri Hamzah dan KH Bachtiar Nasir mengenai pentingnya persatuan saat ini, karena apabila tidak bersatu di tengah situasi global sekarang, Indonesia bubar jika terus bertengkar.

"Sekarang ini banyak negara daratan yang bubar. Banyak yang bertanya kepada saya, kenapa kalian negara kepulauan bisa bersatu. Saya bilang karena Indonesia didirikan di atas sumpah rakyatnya. Itu pentingnya para funding fathers meletakkan dasar yang sangat kuat. Kita jangan kendor semangat persatuannya," pungkas Pitan. (Asp)

Index Berita
Tgl :
Silahkan pilih tanggal untuk melihat daftar berita per-tanggal