Jika Kebijakan Tentang Tembakau Tanpa Pertimbangkan Realitas Sosial dan Ekonomi, Petani Dirugikan

Diskusi Forum Legislasi di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta terkait kebijakan tembakau, Selasa (12/11/2024). (Foto: ist)
Selasa, 12 Nopember 2024, 16:49 WIB
Political News

LampuHijau.co.id - Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya mengingatkan, jika kebijakan tentang tembakau dibuat tanpa mempertimbangkan realitas sosial dan ekonomi, maka yang akan paling dirugikan adalah para petani tembakau dan pekerja yang terlibat di mata rantai industri itu.

“Kasihan banyak yang mau dimiskinkan. Kalau mereka (petani) terus diabaikan, bisa saja nanti timbul perlawanan sosial,” ujarnya dalam diskusi forum legislasi, 'Serap Aspirasi Mata Rantai Industri Hasil Tembakau' di ruang PPIP Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, (12/11/2024).

Menurutnya, untuk membuat peraturan sejatinya harus mempertimbangkan semua kepentingan dan tidak mengedepankan ego sektoral.

"Kita tidak bisa membuat peraturan yang semena-mena, harus mempertimbangkan semua kepentingan dan tidak mengedepankan ego sektoral," tegas Willy.

Dikatakannya, undang-undang dan peraturan harus melibatkan semua pemangku kepentingan, sebab ada inklusi di sana.

Baca juga : Bakal Disidangkan Sekaligus, Berkas Perkara Korupsi dan TPPU Budi Said Disatukan

"Karena itu, regulasi yang berpihak pada satu kepentingan saja akan menimbulkan ketidakseimbangan dan berpotensi menyakiti sektor-sektor yang rentan," tambahnya.

Willy pun menyinggung kontribusi besar industri tembakau terhadap negara. Disebutkan, cukai yang disumbangkan industri tembakau mencapai Rp 213 triliun. Hal ini berbanding terbalik dengan industri farmasi yang hingga saat ini masih belum memiliki pijakan kuat di Indonesia dan hanya menjadi pasar konsumtif.

"Indonesia seharusnya lebih bijak dan belajar dari pengalaman berbagai negara dalam mengelola sumber daya strategis," tandasnya seraya menyinggung Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tahun 2024 terkait tembakau.

Pada kesempatan yang sama, Anggota Komisi IX DPR RI F-Nasdem, Nurhadi mengatakan, Fraksi Nasdem sangat intens dan saya diinstruksikan pimpinan untuk mengawal bagaimana RPMK ini jangan sampai terbit.

"Karena bagaimanapun juga aspirasi dari berbagai pihak masyarakat yang terlibat, seperti petani tembakau, petani cengkeh, pedagang retail, karyawan industri rokok, dan lain sebagainya ini akan benar-benar kena imbas negatif yang luar biasa," tuturnya.

Baca juga : Rajin Adakan Kegiatan, Popularitas dan Elektabilitas Niko Rinaldo Kian Hari Makin Naik

Nurhadi juga mengungkapkan, saat raker dengan menteri kesehatan dirinya pun menanyakan terkait RPMK. Menteri Kesehatan pun menjawab masih akan mempertimbangkan terkait RPMK ini dan melaporkannya kepada Presiden Prabowo.

"Alhamdulillah, ini jawaban beliau, RPMK ini masih di-pending, gitu ya. Dan beliau menyampaikan akan menyampaikan kaitannya RPMK ini ke Bapak Presiden. Tentu nanti akan ada pihak kementerian lain yang harus duduk bersama, ada kementerian perindustrian, kementerian perdagangan, dan juga kementerian pertanian. Bagaimana keputusan pemerintah ini, benar-benar menurut saya adalah sebuah keputusan yang bijaksana," ungkapnya.

Sementara Dirjen Kemenaker Indah Anggoro Putri mengatakan, PP No. 28 Tahun 2024 sudah banyak sekali dikomplain oleh stakeholder ketenagakerjaan.

"Begitu banyak surat masuk dari zaman Menaker Bu Ida Fauziah sampai ke Menaker sekarang Prof Yasirly. Terakhir, ada surat pula kan ke Pak Presiden Pak Prabowo akhir Oktober kemarin dari gabungan perusahaan industri rokok," ucapnya.

Kemenaker, dikatakannya, sangat konsen pada PP 28 2024 dan turunannya. Pasalnya, berpotensi menyumbang angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Baca juga : Eza Gionino Tertantang Perankan Pria Doyan Party di Sinetron Naik Ranjang

"Per hari ini saja l,nkami sudah mendata resmi ada 63.947 orang ter-PHK. 63 ribu sekian itu belum Sritex, amit-amit jangan sampai Sritex terjadi juga. 63.947 mayoritas yang daerah yang ter-PHK tuh sekarang bergeser, kalau dulu Jawa Tengah sekarang ke DKI. Nah, kalau kita potret di DKI siapa, sektor apa ternyata banyak cafe restoran. Nah, kita ingat kafe restoran itu juga biasanya juga banyak konsumen rokok di situ," terangnya.

Untuk itu, kebijakan ini dikatakan Indah perlu dikaji lagi. Ia pun berharap jangan sampai kebijkan terbit dan akan menambah banyaknya jumlah pengangguran atau pekerja yang ter-PHK.

"Cuma intinya, kalau PP 24 dan turunannya ini terlalu kencang dibuatnya sesuai dengan pemikiran dari teman-teman kesehatan, mohon maaf ini akan berkontribusi pada penambahan kurang lebih 2,2 juta orang ter-PHK. Ini adalah studi kami bersama dengan Indef, dan juga gabungan pengusaha rokok dan tembakau, serta serikat-serikat pekerja," pungkasnya . (Asp)

Index Berita
Tgl :
Silahkan pilih tanggal untuk melihat daftar berita per-tanggal