RUU Kepariwisataan Diharapkan Ubah Paradigma Pariwisata Indonesia

Membedah RUU Kepariwisataan dalam diskusi forum legislasi di Senayan, Jakarta, Selasa, 2 Juli 2024. (Foto: ist)
Selasa, 2 Juli 2024, 18:00 WIB
Political News

LampuHijau.co.id - Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah mengatakan, Komisi X telah sepakat untuk merevisi UU Kepariwisataan tahun 1994. Untuk itu, RUU Kepariwisataan diharapkan bisa merubah paradigma baru pariwisata Indonesia.

"Kami di Komisi X sudah menyepakati bahwa kita akan melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Kepariwisataan. Karena, Undang-Undang Kepariwisataan ini sebetulnya sudah sejak tahun 94, jadi perlu diperbaiki, dan kita juga menginginkan ada paradigma baru dalam pariwisata kita," tutur Ledia dalam diskusi Forum Legislasi dengan tema 'Menilik Urgensi Undang-Undang Kepariwisataan' di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (2/7/2024).

Menurutnya, dengan kondisi global yang seperti saat ini, tentu yang diharapkan adalah pariwisata yang berkelanjutan sustainable tourism. Sudut pandangnya yang harus diubah, bukan sekedar menambah jumlah kunjungan. Tetapi juga bagaimana tetap mempertahankan ekosistem, tetap mempertahankan lingkungan, dan lain sebagainya.

"Kita tidak ingin sekadar mendorong orang berbondong-bondong untuk hadir ke satu tempat mengunjungi wisata, mendatangkan keuangan bagi wilayah setempat, setelah itu pulang, selesai. Enggak peduli apakah daerah tujuan itu rusak. Atau tidak sekali datang, atau berterusan kehadiran jadi satu itu," terangnya.

Selain itu Ledia menilai, di tengah perkembangan era digitalisasi banyak sekali perubahan. Baik perilaku dan mindset para wisatawan, dan para pelaku bisnis pariwisata.

Baca juga : Revitalisasi Sembilan Saluran di Jakarta Pusat Selesai Bulan Ini

"Kita tidak bisa menutup mata dari digitalisasi, semua hal yang berkaitan dengan bisnis. Karena pariwisata itu tidak bisa dilepas dari bisnis bagaimanapun juga kita harus melihat sekarang ini banyak sekali perubahan-perubahan," jelas politisi PKS ini.

Sehingga Undang-Undang Kepariwisataan yang lama, lanjutnya, memang sudah harus diperbaiki dan diubah. "Akhirnya memang saat ini kesepakatannya dengan badan legislasi kita terpaksa harus mengubah. Bukan mengganti, jadi kita mengubah revisi pendekatannya," tandasnya.

Pada kesempatan yang sama, pengamat pariwisata, Azril Azahari mengatakan, pariwisata sudah menjadi disiplin ilmu yang mandiri.

"Jadi, saintifik kegiatan ilmiah 100% sudah ada daripada wisata. Dan ini tidak atau jarang sekali digunakan terutama dalam membentuk atau membuat kebijakan-kebijakan yang ada," ujarnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, paradigma pariwisata dunia saat ini sudah berubah. "Nah, kalau kita tidak mengikuti pergeseran pariwisata dunia, kita akan ketinggalan. Nah, deskripsi paradise jadi paradigma pariwisata itu sudah bergeser.

Baca juga : Hati Hati, Penyakit Paru Bisa Menjadi Pandemi Ketiga di Indonesia

Kalau kita tidak paham ini sangat berat kita diskusi mengenai pariwisata. Karena kebanyakan target sekarang itu masih jumlah wisatawan, Nah, itu salah itu sebelum tahun 1980," jelas Azril.

Untuk itu, dirinya berharap kepada presiden terpilih yang akan memimpin Indonesia ke depannya, harus tepat memilih Menteri Pariwisata nantinya. "Nah, Saya mohon kalau bisa Presiden kita yang terpilih nanti memilih Menterinya ini betul yang paham pariwisata," pungkasnya.

Sementara praktisi media, Mokhamad Munib berharap, DPR bisa menyelesaikan UU Kepariwisataan ini sebelum bulan Oktober mendatang. Hal itu mengingat masa kerja Anggota DPR periode 2019-2024 segera berakhir.

"Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 berarti sudah 15 tahun yang lalu, dan sekarang masuk Undang-Undang Prolegnas 2020-2024. Berarti DPR harus menyelesaikan Undang-Undang Kepariwisataan ini pada masa sidang ini sebelum berakhir Oktober nanti," harapnya.

Dikatakannya, UU Kepariwisataan ini menyangkut berbagai aspek, mulai lingkungan, budaya ,sosial, hukum, dan lain-lain.

Baca juga : Dongkrak Kunjungan Wisatawan, Kota Cirebon Siapkan Lima Destinasi Wisata Baru

"Atau setidaknya menyangkut wisatawan, tujuan wisata dan regulasi. Sementara regulasi yang tadi disinggung juga oleh program. Bahwa ini ada UU Ciptakerja yang bisa merubah semuanya, seperti misalnya untuk tenaga kerja asing. Kemudian dihapus dan bagaimana kelanjutannya?

"Apakah setiap tempat wisata harus ada tenaga kerja asingnya secara bebas atau tidak ini kan bisa menjadi masalah? Artinya, kalau orang awam melihat bahwa wisata itu kan tujuan untuk bersenang-senang dalam arti jasmani maupun rohani," tandasnya. (Asp)

Index Berita
Tgl :
Silahkan pilih tanggal untuk melihat daftar berita per-tanggal