LampuHijau.co.id - Anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR, Luluk Nur Hamidah mengungkapkan, berdasarkan informasi yang didapat di lapangan, menunjukkan ada indikasi diduga pelanggaran dan penyelewengan dalam hal kuota tambahan 20 ribu yang diperoleh dari Arab Saudi.
Menurutnya, berdasarkan aturan yang berlaku, mestinya tidak lebih dari 8 persen, atau sekitar 1.600 dari kuota tambahan 20 ribu yang boleh diberikan kepada haji plus itu.
“Faktanya, hampir 50 persen dari 20 ribu itu ternyata dialihkan untuk memenuhi kebutuhan kuota haji plus atau furoda,” ungkap Luluk dalam diskusi Dialektika Demokrasi 'Menakar Urgensi Pembentukan Pansus Haji' di Gedung DPR, Kamis (27/6/2024).
Atas dasar itu pula, yang dikatakannya menjadi dasar pembentukan Panitia Khusus (Pansus) selain permasalahan lainnya seperti pelayanan haji mulai dari konsumsi, transportasi, pemondokan, dan lain-lain saat pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci.
Baca juga : Sudah Krisis, Keseriusan Pemerintah dan Aparat Dibutuhkan untuk Basmi Judi Online
"Pansus terkait pengalihan kuota tambahan haji reguler ke haji plus akan terbentuk pada awal Juli tahun ini," ujar anggota Komisi VI DPR tersebut.
Lebih lanjut ia menjelaskan, Pansus tersebut akan dibentuk, karena ada dugaan pihak penyelenggara haji telah melanggar kesepakatan bersama dengan Komisi VIII DPR soal kuota tambahan haji. Bahkan, dugaan pengalihan kuota itu dikatakan Lulu bukan karena persoalan darurat, tetapi sesuatu yang disengaja karena sudah disepakati bersama jauh sebelum pelaksanaan ibadah haji.
“Ini yang kita pertanyakan, dasar hukumnya apa. Pengaturan kuota itu diatur dan disepakati jauh sebelum musim haji,” tegas Lulu.
Jika memang terbukti, Lulu mengatakan, tindakan Kementerian Agama (Kemenag) selalu penyelenggara haji tak hanya melanggar undang-undang. Tapi juga melanggar kesepakatan dengan pihak DPR, karena tidak pernah mengonsultasikan terkait kebijakan tersebut.
Baca juga : Mulai Hari ini KAI Daop 1 Operasikan KA KLB Tambahan Rute Gambir-Yogyakarta
"Penambahan kuota seharusnya dapat mengurangi beban antrean haji reguler yang sangat panjang, mencapai 38 hingga 48 tahun di beberapa provinsi. Namun pengalihan kuota ini justru memperpanjang masa tunggu bagi jemaah haji yang sudah lanjut usia," jelasnya.
Tak hanya itu, kebijakan tersebut juga menimbulkan pertanyaan tentang siapa yang diuntungkan. Bahkan ia menilai, ada potensi penyalahgunaan anggaran yang melanggar undang-undang sehingga dapat mengundang penyelidikan dari institusi lain.
“Ini adalah tindakan yang sangat sembrono yang dilakukan oleh Kementerian Agama dan ada potensi pelanggaran terhadap undang-undang,” tandasnya.
Pada kesempatan yang sama, pengamat haji, Ade Marfuddin mengaku prihatin dengan buruknya pelayanan haji tahun 2024. Termasuk temuan kuota haji yang 20 ribu telah disalahgunakan. Bahkan sudah ada indikasinya adalah dijual diperjualbelikan antara pemerintah dengan travel sudah jadi pelanggan.
Baca juga : Tiga Hari Dibui, Pelaku Tawuran Dibebaskan, Tapi Harus Cuci Kaki Ibunya Dulu
"Pelanggaran terhadap Undang-Undang Haji. Yang kedua adalah Keputusan Presiden Nomor 6 tahun 2024 itu sudah dilanggar oleh pemerintah. Artinya apa yang luar biasa? Bahwa ini pelanggaran yang jelas dan nyata," ujarnya.
Sementara menurutnya, Pansus menjadi bagian jawaban untuk kebaikan penyelenggaraan dan pelaksanaan haji di tahun-tahun berikutnya.
"Pansus jangan sampai layu sebelum berkembang, jangan sampai juga terkontaminasi apalagi masuk angin di tengah jalan. Untuk itu, saya menawarkan Pansus berujung kepada sebuah lembaga. Karena sudah cukup capek kita ngurusin haji, dan haji begitu banyak warnanya," pungkas Ade. (Asp)