LampuHijau.co.id - Kejadian kecelakaan maut dialami bus pariwisata yang membawa rombongan pelajar SMK Lingga Kencana Depok, di Ciater, Subang, Jawa Barat (Jabar), Sabtu (11/5/2024), masih menjadi sorotan publik.
Bahkan, banyak permasalahan yang diduga menjadi penyebab kecelakaan maut tersebut kembali terulang. Pasalnya, kecelakaan serupa sudah sering kali terjadi di Indonesia.
Untuk itu, diperlukan regulasi atau Undang-Undang yang bisa menjamin keselamatan lalu lintas dan menekan atau memimalisir kejadian serupa agar tidak kembali terulang. Tepatnya merevisi UU No. 22 Tahun 2009 yang mengatur tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Anggota Komisi V DPR Ri F-PPP, Muhammad Aras mengungkapkan, revisi UU LLAJ sudah diusulkan oleh Komisi V pada masa periode 2019-2024. Namun karena tidak ada kesepahaman dan kesepakatan antara DPR dan Pemerintah, revisi pun tertunda. Pihaknya mangaku masih menunggu kesiapan dari Pemerintah untuk membahasnya.
"Terkait dengan revisi Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sebenarnya ini adalah salah satunya usulan yang dilakukan oleh teman-teman Komisi V untuk dibahas pada masa anggota DPR periode 2019-2024.
Berita Terkait : Penyebab Kecelakaan Maut Bus Safari di Tol Cipali, Sopir Diserang Penumpang
Tetapi karena suatu data tidak ada kesepahaman dan kesepakatan antara anggota DPR dengan pemerintah, sehingga ini tertunda. Ya, kita masih menunggu kesiapan dari teman-teman Pemerintah," tuturnya dalam diskusi Forum Legislasi 'Menakar Urgensi Revisi Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan' di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/5/2024).
Terlebih menurutnya, penting dan urgent untuk bisa menyelesaikan undang-undang yang lahir di tahun 2009 ini. Pasalnya, dibutuhkan perbaikan-perbaikan agar bisa berkesesuaian dengan waktu yang ada saat ini.
"Ya, kondisi yang ada saat ini kita tahu bahwa perkembangan teknologi memberikan juga dampak terhadap perkembangan lalu lintas. Sehingga baik ketersediaan jalan, ketersediaan kendaraan, bahkan fasilitas-fasilitas yang lain juga harus diatur dengan baik. Sehingga apa yang terjadi kemarin ini terhadap kecelakaan-kecelakaan yang terus bertambah bisa di minimalis," terang Muhammad Aras.
Pada kesempatan yang sama, Sekjen Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Haris Muhamadun mengatakan, faktor penyebab kecelakaan lalu lintas itu ada empat. Pertama, manusia; yang kedua, prasarananya, kktiga adalah sarananya; keempat, lingkungan.
"Tapi, sebelum kita bahas keempatnya itu semua adalah bagaimana regulasi mengatur itu. Karena dalam regulasi itu pasti mengatur mengenai manusianya, mengatur mengenai prasarananya, mengatur mengenai sarananya, juga lingkungan yang baik untuk bertransportasi," ujarnya.
Baca Juga : Terdakwa Perintahkan Hapus Bukti Komunikasi dan Tutup Rekening Penampung Iuran Tahanan Rutan KPK
Menurutnya, UU LLAJ tahun 2009 jika dibandingkan dengan UU moda transportasi lainnya, yaitu UU Penerbangan, UU Perkeretaapian, UU Pelayaran, sangat berbeda sekali. Yang mana UU LLAJ tidak jelas siapa atau badan apa yang menguasai atau berhak mengaturnya.
"Untuk itu, MTI mendorong agar segera dilakukan koreksi. Selain apa-apa yang disampaikan oleh Pak Muhammad Aras tadi. Banyak hal yang perlu dilakukan perubahan," tambahnya.
Dikatakannya, permasalahan-permasalahan Lalu lintas yang ada semakin menumpuk. Bahkan terus berulang tanpa ada solusi yang tepat.
"Bahkan kami pribadi dalam WhatsApp grup MTI itu selalu ngomong bahwa Indonesia sekarang darurat keselamatan lalu lintas. Karena kalau kecelakaannya hampir berulang dan tidak ada perbaikan signifikan. Jadi, kami mewakili masyarakat transportasi Indonesia berharap, yuk masalah kecelakaan ini menjadi edukasi masyarakat, pemerintahnya enginering dari sisi regulasi, dari sisi tata kelolanya dilakukan secara tepat. Barangkali itu bahwa hal-hal yang dapat kami sampaikan," pungkas Haris.
Sementara praktisi media, John Andi Oktaveri mengatakan, fungsi media adalah fungsi pengawasan, juga fungsi kritisi, sekaligus fungsi edukasi.
Baca Juga : Bestie Kang Jimat Ngegas Door to Door Galang Suara Rakyat
"Karena ini menjadi pemberitaan besar juga, masalah bus yang menewaskan 11 orang. Ini jelas seperti ini dikatakan oleh pak Haris tadi, jadi antara sasis katanya dengan karoseri itu tidak mecing lalu dipaksakan. Enggak ada izin yang untuk operasi pariwisata, platnya Solo tapi operasinya di Bekasi," ungkap John.
Menurutnya, persoalan produk teknis di tingkat pengawasan dari hulu sampai hilir bermasalah. "Nah, kita dari dulu tidak pernah menyelesaikan masalah ini.
Pengawasan ini kan tidak satu sektor, tidak satu bidang. Ini sangat luas, cukup banyak pengawasan mulai dari urusan izinnya, dari urusan operasional di lapangan. Dan, juga masalah-masalah penegakan hukumnya tentunya. Nah, ini tentu juga menjadi sering menjadi sorotan," tandasnya. (Asp)