Tergerusnya Elektabilitas Prabowo-Gibran Bukti Tingginya Kesadaran Publik

Pasangan capres-cawapres Prabowo-Gibran. (Foto: net)
Selasa, 7 Nopember 2023, 19:55 WIB
Political News

LampuHijau.co.id - Hasil survei terbaru Charta Politika menyebut, pencalonan Gibran Rakabuming Raka, yang merupakan putera Presiden Joko Widodo dan keponakan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman, malah membebani elektabilitas capres Prabowo Subianto. Hal itu pun dinilai wajar oleh pengamat politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Airlangga Pribadi.

Menurut Airlangga, penurunan elektabilitas Prabowo-Gibran merupakan konsekuensi dari semakin tingginya kesadaran publik bahwa telah terjadi intervensi kekuasaan dalam meloloskan nama Gibran, usai putusan MK yang dipimpin sendiri oleh adik ipar Presiden Jokowi alias paman dari Gibran tersebut. Terlebih, di media sosial juga marak sebutan “Mahkamah Keluarga”, sebagai sindiran atas putusan kontroversial MK yang harus mengubah undang-undang untuk meloloskan Gibran.

“Survei yang dilakukan oleh Charta Politika memperlihatkan tampilnya Gibran mendampingi Prabowo justru membebani Prabowo, alih-alih ikut memperkuat suara, malah merosot. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari persepsi tentang naiknya Gibran sebagai cawapres tidak bisa dipisahkan dari intervensi kekuasaan dan penggunaan institusi hukum MK sebagai instrumen kekuasaan,” tegas Airlangga pada wartawan, Selasa (7/11/2023).

Airlangga juga mengatakan, persepsi adanya intervensi kekuasaan di tubuh MK membuat pandangan publik bergeser. Terutama bagi para pendukung Presiden Jokowi, dan tidak serta merta memperkuat kandidasi Gibran.

Baca juga : Pengamat: Duet Prabowo-Yusril Ibarat Dwi Tunggal Soekarno-Hatta

“Justru yang terjadi adalah penguatan tentang tampilnya Gibran sebagai simbol representasi politik dinasti Jokowi yang berusaha melanggengkan kekuasaan,” kata doktor alumnus Murdoch University, Australia tersebut.

Seperti diketahui, pada Senin (6/11/2023) kemarin, Charta Politika merilis hasil survei terbaru. Simulasi tiga pasang calon presiden-calon wakil presiden, Ganjar Pranowo-Mahfud MD mendapat elektabilitas tertinggi yakni 36,8 persen, disusul Prabowo Subianto-Gibran (34,7 persen), dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (24,3 persen).

Adapun jumlah responden yang tidak menjawab sebanyak 4,3 persen. Selain soal tergerusnya elektabilitas Prabowo, pada survei Charta Politika terkini, disebutkan sebanyak 39,7 persen responden menyatakan percaya bahwa Presiden Joko Widodo turut campur dalam keputusan MK terkait batasan usia calon wakil presiden. Dan dari jumlah tersebut, sebanyak 49,9 persen responden setuju bahwa hal tersebut merupakan penyalahgunaan wewenang untuk memudahkan orang dalam keluarga Presiden Jokowi menjadi calon Wakil Presiden.

Pada kesempatan berbeda, Direktur Eksekutif Indonesia Presidential Studies, Nyarwi Ahmad mengatakan, hasil survei yang menyebutkan bahwa mayoritas publik menganggap Jokowi ikut terlibat dalam putusan MK. Apabila skandal di MK diibaratkan ‘drama’, maka publik percaya bahwa presiden juga punya peran dalam drama tersebut.

Baca juga : Kejari Depok Musnahkan Barang Bukti 95 Kasus Kejahatan

“Orang ada yang kemudian berpikiran kritis, kalau presiden melihat politik kita sebagai drama, publik bisa melihat keberadaan presiden ada dalam drama itu. Bahkan, menjadi bagian penting. Atau bahkan beberapa pihak mensinyalir, salah satu sutradara dibalik drama itu. Wajar saja, karena presiden tidak pernah menyampaikan ekspresinya secara eksplisit,” jelas Nyarwi.

"Jokowi sebagai presiden menjadi sangat sentral dalam politik hari ini. Peran Jokowi sangat besar, bukan sekedar dari proses kandidasi, namun sampai nanti penyelenggaraan Pemilu," tambahnya.

Sementara Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Action (CISA) Herry Mendrofa menyebut, penilaian publik atas adanya cawe-cawe Jokowi dalam putusan MK bisa dipahami. Hal itu dikarenakan relasi kekeluargaan dan relasi kekuasaan sangat kental dalam putusan 90/PUU-XXI/2023 tersebut.

“Karena relasi kekeluargaan sangat lekat dengan relasi kuasa dalam konteks hubungan Jokowi dengan Ketua MK. Ini hal yang tidak bisa dipisahkan begitu saja. Penilaian publik seperti itu," ujarnya.

Baca juga : Elektabilitas Puan Naik, Pengamat: Serangan Buzzer Tak Berdampak

Selain itu, Herry mengungkap indeks demokrasi era Jokowi menjadi yang terburuk sejak 14 tahun terakhir. "Jelas akan mengalami penurunan, terutama era Jokowi. Indeks demokrasi Indonesia dari lembaga asing adalah yang terburuk dari 14 tahun terakhir. Bahkan, tidak mengalami perubahan signifikan," pungkasnya. (Asp)

Index Berita
Tgl :
Silahkan pilih tanggal untuk melihat daftar berita per-tanggal