LampuHijau.co.id - Anggota DPR RI Fraksi NasDem, Willy Aditya mengatakan, angka partisipasi anak muda terhadap politik di Indonesia tinggi, tapi asosiasinya rendah. Hal itu menunjukkan terjadi kontradiksi dimana partisipasi yang tinggi, namun asosiasi untuk berorganisasi, khususnya organisasi politik rendah.
"Prati ID kita maksimal cuma 12 persen, itu pekerjaannya, kenapa kita tidak membuat kanal-kanalnya? Apa kanal yang paling utama, kalau yang menjadi keresahan mereka satu hal yang bersifat personal, lapangan pekerjaan, menjadi suatu ekspresi yang sangat berkaitan langsung, perubahan iklim ekologis seperti sekarang Jakarta begini, sangat terasa sama mereka," tutur Willy dalam diskusi Dialektika Demokrasi 'Membedah Partisipasi Milenial Dalam Pemilu 2024' di Media Center, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/10/2023).
Menurutnya, preferensi gen Z itu suatu hal yang sifatnya lebih personal live, karena terbangun melalui algoritma. "Ini agak berbeda dengan tipologi yang milenial, milenial masih mengecap media mainstream seperti kawan-kawan. Karena lahir 98, dan masih melihat televisi itu tapi sekarang itu sudah dibalap oleh sosial media," ujarnya.
Berita Terkait : Dinasti Politik, Pengamat: Tidak Positif, Membajak Demokrasi Indonesia
Untuk itu sebagai civil society, media juga diharapkannya membuat kanal-kanal politik untuk kaum muda. "Kalau enggak, mereka hanya terjebak dalam pesta-pesta demokrasi tanpa agenda. Yang paling penting ketika mereka resah, tentang yang namanya lapangan pekerjaan, agendanya apa, ini yang paling penting.
Maka kemudian dibutuhkan pemimpin yang bisa berdialog dalam kontek itu. Tidak hanya terbiasa bergimic-gimic ria, dalah hal ini kalau mereka ingin perubahan maka Anies Baswedanlah," tandasnya dengan semangat.
Pada kesempatan yang sama, Caleg DPRD DKI dari PSI, Zebi Magnolia mengatakan, kalau anak muda jangan selalu disalahkan. Bahkan, jangan hanya sekedar jadi pajangan atau Tropi.
Berita Terkait : Jadikan Pemilu 2024 Pesta Demokrasi yang Konstitusional dan Perekat Persatuan
"Menurut saya juga kalau misalnya enggak mau anak muda jadi pajangan atau mau jadi trofi, jangan anak muda itu disalahin terus. Kalau misalnya kita maju politik dibilangnya, ah maju paling cuma mau dapat jabatan, maju nanti udah duduk juga diem doang," ujarnya.
Untuk itu, Zebi menilai, saat ini dibutuhkan sebuah pendobrak dalam mengatasi kebuntuan selama ini. "Kta lihat saat PSI waktu itu tidak ada yang mendukung Mas Gibran sebagai Wali Kota Solo. PSI sendiri yang mendukung Mas Gibran. Pas Mas Gibran datang ke kopdarnas, kita yang melihat kalau misalnya ada kesempatan loh untuk anak muda bergerak dalam politik. Dan, sekarang kita lihat sendiri survei kepuasan untuk mas Gibran 90 persen di kota Solo, dan kinerjanya juga cukup bagus dan banyak mendapatkan penghargaan," ungkapnya.
Sehingga dirinya mengatakan, tak ada salahnya untuk bisa memberikan kesempatan dan ruang bagi kaum muda. Khusunya untuk terjun dalam dunia politik. "Jadi, apa salahnya kalau misalnya kita kasih lebih banyak ruang, dan juga kesempatan untuk anak-anak muda," pungkas Zebi. (Asp)