LampuHijau.co.id - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi menjelaskan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Desa direvisi untuk mengatur segala ketentuan perangkat desa beserta anggaran dana desa.
"Revisi UU Desa mengubah periodisasi jabatan kades, menambah dana desa, dan mengatur status perangkat desa," tutur Baidowi dalam diskusi Forum Legislasi 'Revisi UU Desa, Mampukah Pemerintah Desa Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat?', di Media Center, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/7/2023).
Namun, Baidowi mengungkapkan, yang paling krusial terkait perangkat desa, yakni mengubah masa jabatan kepala desa, dari 6 tahun dalam tiga periode, menjadi 9 tahun dalam dua periode. "Kalau Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 itu masa jabatan kepala desa 6 tahun bisa tiga periode. Enam kali tiga sama dengan delapan belas tahun. Yang undang-undang baru ini, revisi yang di dalam RUU, sembilan tahun kali dua periode," terangnya.
Perubahan periodisasi kepala desa tersebut, kata Baidowi, bertujuan memberikan waktu kepada kepala desa terpilih untuk melakukan konsolidasi karena efek pilkades. "Karena ini pemilihan di tingkat lokal dan sangat paling bawah, itu gesekan sosialnya bisa cukup tinggi," ujarnya.
Sebab, kata Baidowi, kerap kali saat kepala desanya belum membangun, namun mereka masih sibuk konsolidasi dan kemudian habis masa jabatannya.
Adapun RUU Desa inisiatif DPR ini juga mengusulkan untuk adanya penambahan dana desa, dari tadinya 8 persen dari Dana Transfer ke Daerah, dinaikkan menjadi 20 persen. "Sebelumnya mungkin tidak ditentukan, cuma besarannya kemarin itu kira-kira 8 persen. Kita usulkan naik jadi 20 persen," jelasnya.
Baca juga : Dugaan Pemerasan oleh Wamenkumham, Pengamat: Nonaktifkan Sementara
Sementara pada kesempatan yang sama, Pakar Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan mengungkapkan, jabatan Kades 9 tahun itu cukup lama. Bahkan, ia menilai bisa mematikan demokrasi desa dan membangun oligarki desa.
"Kita studi-studi, masa jabatan kepala pemerintahan saja paling lama 5 tahun. Bahkan, ada yang 4 tahun, beda sedikit 6 tahun. Saya belum menemukan yang kasusnya 8 atau 9 tahun," ungkapnya.
Sehingga dirinya mengatakan, perlu banyak kajian yang mendalam mengenai masa jabatan Kades tersebut. Baik estimasi dan dampaknya, yang dinilai Djohan, bisa mematikan demokrasi dan lemahnya sirkulasi kekuasaan di desa.
"Nah, akibatnya apa yang akan terjadi di Desa nanti dari segi kekuasaan kepala desa itu bisa menumpuk, lalu cenderung menjadi terbangunnya oligarki desa ya," tandasnya. (Asp)