LampuHijau.co.id - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin mengatakan, sudah menangkap semua pesan terkait tentang aksi demonstrasi yang dilakukan oleh para kepala desa dan perangkat desa dari seluruh Indonesia di depan Gedung DPR RI, beberapa waktu lalu. Di mana pesan utamanya adalah perpanjangan masa jabatan 6-9 tahun, status serta soal kesejahteraan mereka.
“Tentu menjadi pertanyaan ketika ini nyantel ke revisi UU Desa, Apakah hanya dua isu ini yang akan menjadi perhatian? Kalau saya pribadi, usulan teman-teman kemarin itu sebetulnya lebih merupakan pemantik saja untuk memberikan warning kepada kita semua. Terutama yang di pemerintah pusat, DPR, maupun Presiden, dan para menteri terkait, bahwa ada sesuatu yang harus kita selesaikan di desa. Kira-kira gitu pesannya. Ada sesuatu yang belum clear, yang belum selesai dalam rangka penataan ulang pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa,” tutur Politisi PKB tersebut dalam Dialektika Demokrasi dengan tema 'Menimbang Urgensi Revisi UU Desa', di Media Center DPR/MPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Kamis (2/2/2023).
Yang bisa dilihat, apakah UU Desa No. 6 Tahun 2014 sudah cukup memberikan dorongan, peluang, endorse yang hebat atau tidak? “Mari kita cek hal-hal penting di dalam rancangan Undang-Undang itu. Undang-Undang ini mencerminkan political will yang kuat enggak dari Pemerintah dan DPR tentang masa depan Desa. Ini akan kita jawab bersama.
Kenapa kita harus mulai dari situ, karena supaya kita tidak salah paham tentang masa depan desa. Ini penting juga buat teman-teman di desa bahwa masa depan desa itu lebih luas dari sekadar masa jabatan, lebih luas dari sekedar status dan kedudukan perangkat desa, bahkan lebih luas dari sekedar kesejahteraan kepala desa dan perangkat desa,” terang Yanuar.
Baca juga : Warga Ciasem Curhat kepada Komisi II DPRD Subang Terkait Sengkarut Pasar
Menurutnya, kemajuan Desa itu tergantung pada lima pondasi pokoknya. “Pertama adalah leadership, kepemimpinan desa itu. Karena banyak desa maju atau tidak, ternyata kunci utamanya saya lihat soal leadership, kepemimpinan desa,” jelasnya.
Lalu yang kedua adalah sumber daya lokal yang tersedia di Desa itu. “Nah, kalau ngomong ini kan berarti dari A sampai Z, karena pasti tidak sama, tidak seragam tidak mungkin sama, yang di tengah kota, yang di pinggir kota dengan yang di balik gunung, di balik sungai, itu mesti beda. Tetapi pertumbuhan desa mesti harus berpegang kepada kekuatan lokal itu,” paparnya.
Sehingga perlu intervensi pemerintah pusat, bagaimana menghubungkan antara pikiran perangkat Desa dengan kemampuan lokal. “Itu yang saya kira harus diinjeksi terus terus-menerus,” ucap Yanuar.
Lalu yang ketiga, manajemen pemerintahan dan pembangunan desa. Di mana menjadi poin penting, poin kunci yang harus dicek sama-sama. Keempat, partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.
Baca juga : Inflasi Melandai, Ekonom: Modal yang Bagus Jelang Nataru 2023
“Yang kelima adalah soal keuangan desa. Saya harus katakan mindset, cara pandang pemerintahan Dldesa hari ini terhadap keuangan desa masih lebih banyak bergantung pada subsidi atau bantuan dari pemerintahan di tingkat atasnya. Pemerintah pusat, provinsi, atau kabupaten kota,” tandasnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kemendagri Eko Prasetyanto Purnomo Putro mengungkapkan, berdasarkan data Kemendagri jumlah Desa di Indonesia sudah 75.266 Desa. Tersebar di 7.277 kecamatan, 416 kabupaten, 98 kota, 38 provinsi.
“Ini bukan hal yang gampang, membalik telapak tangan, selama 9 tahun harus bagus semua, tidak bisa,” ujarnya.
Ia mengatakan, sebelum UU Desa No 6 ditetapkan 15 Januari 2014 lalu, anggaran Desa hanya 50 juta se-tahun. Sekarang ini sudah rata-rata 900 juta. “Ini harus kita syukuri dulu, mari kita syukuri. Sekarang ini teman-teman kita dari Desa bisa ke Jakarta dan sebagainya, bisa berkoordinasi dalam asosiasi dan sebagainya. Ini kita syukuri,” tutur Eko.
Baca juga : Revisi UU ITE, Anggota Komisi I DPR: Harus Lebih Baik, Relevan, dan Berkomitmen
“Kemudian yang kedua, betul apa yang dikatakan Proklamator kita, bapak Muhammad Hatta, negara ini akan bercahaya bukan satu obor tetapi kalau ada lilin-lilin semua di desa-desa itu menyala semua. Ini tugas kita mindset yang harus kita rubah, bagaimana Desa ini harus maju mandiri dan sejahtera. Tidak bisa diseragamkan, karena kondisinya berbeda-beda,” terangnya.
Oleh karena itu, semangat UU Desa pasal 3 adalah bagaimana gotong royong, bagaimana keberagaman. “Mari kita pupuk semuanya. Apakah kita juga memahami Undang-Undang 6 itu, yang terdiri dari 16 bab 122 pasal itu? Jangan-jangan, kita belum pernah membaca tapi sudah mengusulkan. Nah ini, mari semua kita betul-betul memahami Desa kita, cinta kepada Desa kita. Kita berikan pikiran, kalau perlu anggaran sedikit dari kita kepada Desa kita, tepat di mana kita dilahirkan nenek moyang kita dimakamkan di sana. Ini bisa menggugah pikiran kita, dan Desa kita pasti maju,” pungkasnya. (Asp)