LampuHijau.co.id - Analis DCFX Futures Lukman Leong mengatakan, langkah Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan sebanyak 50 basis poin ke 5,25% dalam rangka menjaga stabilitas rupiah, membuat pasar bingung.
“Saya kira ini membuat pasar bingung, karena data inflasi menunjukkan deflasi, atau tekanan inflasi mulai mereda. Namun, BI melakukan ini untuk menjaga rupiah, melakukan intervensi, khawatir jika imbasnya ke perekonomian,” tutur Lukman, Senin (21/11/2022).
Dengan data inflasi yang mulai mereda, harusnya BI lebih fokus kepada penanganan inflasi bukan mata uang. Mata uang rupiah, kata Lukman, memang melemah tetapi tidak akan di bawah Rp 16.000.
"Saya kira BI tetap fokus kenaikan suku bunga berdasarkan ekspektasi inflasi. Memang saya pikir mata uang stabil, agak melemah masih dalam batas wajar. Negara mana yang bisa mempertahankan mata uang mereka sekarang ini,” ujar Lukman.
Baca juga : Bukan Hanya Kata-Kata, Atasi Macet Jakarta Harus dengan Tindakan
Senada dengan Lukman, Ekonom Bank BCA David Sumual mengatakan, pelemahan rupiah masih dalam batas wajar. “Tekanan terhadap Rupiah sebenarnya masih tergolong manageable dibanding negara Emerging Market lain yang banyak kelemahannya sudah double digit,” tegasnya, Senin(21/11/2022)
Terlebih, bulan depan Bank Sentral Amerika, The Fed akan melakukan pertemuan terakhir. Diperkirakan aksi menaikkan suku bunga gila-gilaan akan berakhir.
“Pertanda bagus, bisa jadi US dollar terkoreksi. Namun ini masih proyeksi ya,” ucapnya.
“Spread antara suku bunga rupiah dan dollar Amerika harus dijaga tetap menarik di tengah masih berlanjutnya ekspektasi kenaikan Fed rate,” tambahnya.
Baca juga : Amankan Stok Beras, Perumda Pasar Jaya Teken Kerja Sama dengan PT FSTJ
Suku bunga acuan yang naik, berdampak pada kredit, pertumbuhan usaha, dan impor. Untuk itu, masyarakat bisa ‘mengamankan’ uang agar tidak tergerus inflasi. Mengamankan aset mereka di tempat yang likuid sambil menunggu tren kenaikan suku bunga tinggi selesai.
“Berakhirnya era suku bunga yang tinggi, mungkin dalam enam bulan ke depan itu jelas, akan berhenti, dimana investasi akan sangat bagus di saham,“ tandasnya.
Sementara Chief Economist Bank Permata Josua Pardede menilai, kenaikan suku bunga merupakan langkah pre-emptive untuk menjangkar ekspektasi inflasi. Sehingga inflasi inti tahun 2023 kembali dalam sasaran inflasi BI.
“Keputusan kenaikan suku bunga juga ditujukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah yang diperkirakan masih akan dipengaruhi oleh sentimen arah suku bunga Fed,” terangnya.
Baca juga : Palsukan Dokumen Negara, Polisi Diminta Segera Tangkap Tersangka Ramlah Lumusu
Menurutnya, kenaikan itu juga akan berpengaruh pada perekonomian domestik. Beberapa sektor yang terpengaruh adalah investasi sektor usaha dan belanja masyarakat.
“Berpotensi berdampak pada perekonomian domestik, terutama dari sisi cost of borrowing yang selanjutnya juga mempengaruhi konsumsi masyarakat dan investasi sektor usaha,” pungkasnya. (Asp)