Pengamat: Skema Pemerintah Patahkan Anggapan Diskriminasi Pertanian

Jumat, 29 Mei 2020, 16:16 WIB
Jakarta City

LampuHijau.co.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta jajarannya untuk menjalankan program jaring sosial kepada 2,7 juta petani dan 1 juta nelayan di seluruh Indonesia. Program tersebut di antaranya menyalurkan bansos untuk meringankan beban hidup mereka selama pandemi Covid-19.

Dalam rapat terbatas yang digelar di Istana Merdeka pada Kamis (28/5/2020) kemarin, Presiden mengatakan bahwa saat ini pemerintah telah menyiapkan empat skema besar yang bisa ditempuh para petani, agar tetap berproduksi dan menjaga ketersediaan bahan pokok. Keempat skema itu di antaranya, program jaring pengaman sosial untuk meringankan biaya konsumsi rumah tangga, program subsidi bunga kredit, pemberian stimulus sebagai modal kerja bagi para petani dan nelayan yang dapat disalurkan melalui perluasan program KUR, serta bantuan melalui instrumen nonfiskal dengan cara mengupayakan kelancaran rantai pasokan yang akan meningkatkan produktivitas para petani dan nelayan.

Mengenai hal ini, Pengamat Pertanian dan Dekan Fakultas Pertanian UIR, Riau, Ujang Paman Ismail menilai langkah pemerintah dalam mengelola sektor pertanian di tengah pandemi ini sudah sangat tepat, terutama dalam menjawab pandangan sejumlah pihak terkait adanya diskriminasi bantuan.

"Langkah dan terobosan Presiden dalam menerapkan empat skema besar ini sudah sangat tepat, dalam menjawab anggapan sinis sejumlah pihak terkait diskriminisai petani. Terus terang saya tidak melihat diskriminasi pada kebijakan pemerintah. Yang ada adalah petani sangat terbantu karena beban mereka selama ini bisa diatasi dengan BLT, KUR dan juga bantuan langsung tunai," ujar Ujang, Jumat (29/5/2020).

Menurut Ujang, skema pemerintah dalam membantu petani dan usaha pertanian sudah terbukti memiliki dampak besar pada ketersediaan bibit, pupuk dan alat-alat produksi. Apalagi, instrumen kebijakan ini bersifat nonfiskal dan mendorong kelancaran supply chain.

Baca juga : Pelda Suparmadi Pantau Kesehatan Warga Binaan 

"Dengan begitu, baik petani maupun usaha tani akan berjalan sebagaimana mestinya, meski dalam situasi pandemi seperti sekarang ini," katanya.

Ujang mengatakan, dengan skema tersebut produksi pertanian tetap berjalan dan produksi pertanian dapat ditingkatkan. Bahkan, pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) mampu melesatkan capaian ekspor di tengah suasana pandemi dan Hari Raya Lebaran.

"Jadi apanya yang terpuruk? Wong tanaman pangan dan produksi sub sektor lainnya juga tetap berjalan dengan baik. Bahkan, ekspor kita tumbuh positif," katanya.

Sementara, pengamat pertanian yang juga Senator DPD RI 2014-2019 dari Sumatera Utara, Parlindungan Purba, mengapresiasi kebijakan pemerintah dalam mengandalkan produksi dalam negeri dan meningkatkan nilai ekspor. Menurut dia, kebijakan itu tak lepas dari tangan dingin Menteri Pertanian (Mentan) SyahruI Yasin Limpo yang memiliki pengalaman dan track record kerja selama puluhan tahun.

"Peran Pak Syahrul dalam kebijakan ini sangat besar. Saya sangat yakin beliau yang mendorong pertanian kita menjadi lebih hebat, lebih maju, mandiri, dan modern," katanya.

Baca juga : INAgri: AWR Kementan Pecahkan Persoalan Data Pertanian

Terpisah, Dirjen Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto memastikan bahwa persediaan sayur untuk kebutuhan masyarakat selama pandemi corona dalam posisi melimpah. Faktor ini, kata dia, disebabkan karena petani terus melakukan produksi secara masif.

"Kalau ada pengamat yang cerita impor sayuran kita meningkat di tahun 2019, mungkin bisa dilihat lagi dari data BPS. Impor terbesar kita hanya terjadi pada bawang putih dan kentang industri," terangnya.

Prihasto mengatakan, bawang terpaksa diimpor karena pasokan dalam negeri belum mencukupi kebutuhan masyarakat. Terlebih bawang putih hanya tumbuh optimal di daerah sub tropis seperti Cina. Meski demikian, dia memastikan bahwa produksi bawang nasional naik dari 49 ribu ton menjadi 88 ribu ton.

"Walaupun jumlahnya masih belum mencukupi kebutuhan nasional yang mencapai 580 ribu ton per tahun. Begitu juga dengan kentang industri, yang berbeda dengan jenis kentang sayur (granola). Jenis granola kita malah sudah bisa ekspor. Jadi impor sayuran hanya pada komoditas sayur yang produksi kita masih rendah," katanya.

Sementata, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan Kuntoro Boga Andri menegaskan, kondisi neraca perdagangan pertanian menurut data BPS saat ini dalam kondisi positif. Walau begitu, impor dan ekspor adalah hal yang biasa karena dalam perdagangan internasional tiap negara memiliki keunggulan komparatif dan kondisi agroekologi iklim yang spesifik.

Baca juga : DPR Sesalkan Pemotongan Anggaran di Lingkup Kementan

"Yang harus kita jaga adalah, neraca dagannya menguntungkan bagi kita," katanya.

Untuk diketahui, perbandingan neraca perdagangan Indonesia dan Cina bisa dilihat dari nilai ekspor Indonesia tahun 2019 yang mencapai 3,89 miliar USD dan impor senilai 2,02 milliar USD. Ini artinya, neraca Indonesia di tahun 2019 surplus 1,87 miliar USD dari Cina. Sementara di periode Januari-Maret 2020, Indonesia sudah surplus 164 Juta USD dari Cina untuk komoditas pertanian. Adapun untuk volume tahun 2019, mencapai 5,762,987 ton atau naik sebesar 49.86 persen dibanding 2018.

Khusus sektor hortikultura, neracanya tumbuh sebesar 8,25 persen. Produksi aneka sayuran 2019 juga naik yang mencapai 13,4 juta ton atau naik 2,67 persen dari sebelumnya.

"Kami sepakat dengan inovasi dan upaya pemenuhan kebutuhan nasional, serta penting dilakukan simultan. Makanya, saat ini pemerintah terus memacu sentra-sentra produksi baru berbasis keunggulan wilayah, agar produk pertanian mampu berkembang, menguntungkan petani dan memenuhi sendiri kebutuhan nasional, serta mengurangi ketergantungan impor," tutupnya. (YUD)

Index Berita
Tgl :
Silahkan pilih tanggal untuk melihat daftar berita per-tanggal