LampuHijau.co.id - Puluhan warga komplek ruko Marinatama Mangga dua Pademangan Barat, Jakarta Utara menunggu penetapan sikap dari majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara atas adanya pihak lain yang mengajukan permohonan sebagai penggugat interven di lahan yang sudah ditempati warga selama puluhan tahun.
"Ini menarik, sebetulnya hari ini sidangnya adalah pembuktian surat, namun karena ada pihak lain yang mengajukan permohonan penggugat interven, maka acara pembuktian surat ditunda," terang Subali selaku kuasa hukum dari 42 warga komplek Marinatama Mangga Dua, usai jalani sidang di PTUN, Rabu (29/10).
Jadi pihak yang lain ini kata Subali, merupakan pihak swasta perorangan yang merasa memiliki hak atas objek tanah yang ada di komplek ruko Marinatama Mangga dua tersebut. "Pihak lain yang mengajukan permohonan penggugat interven ini sih sekilas saya belum tahu dokumennya langsung, tapi sekilas bahwa pihak lain itu merasa punya atas objek tanah tersebut," beber Subali.
Baca juga : Nyuri Emas Batangan dan Uang Tunai Milik Tetangga, Warga Gebang Ditangkap Polisi
"Pihak lain itu juga beranggapan bahwa objek itu bukan hak para penggugat, juga bukan hak kementerian pertahanan namun hak pihak yang lain," sambung Subali.
Namun demikian kata Subali, itu masih belum bisa dipastikan karena baru sebatas lisan saja. Pihaknya masih menunggu penetapan dari majelis hakim "Itu kan baru sebatas lisan, kami belum bisa memastikan, makanya kami bersikap tadi sementara keberatan sambil menunggu penetapan sikap dari majelis hakim," ujar Subali.
"Majelis hakim akan mengambil sikap atas permohonan pihak yang lain yang ingin masuk sebagai interven," sambung Subali.
Baca juga : Bank DKI Salurkan Bantuan Kebutuhan Warga Korban Kebakaran Manggarai
Salah satu penghuni ruko Marinatama Mangga dua, Wisnu Hadikusuma menceritakan kalau dirinya dan beberapa warga lain bisa sampai ke PTUN karena merasa dirugikan oleh pihak Inkopal.
"Jadi awalnya tahun 1997 saya membeli ruko secara tunai bertahap dan dijanjikan SHGB. Namun dijanjikan satu tahun, SHGB tidak muncul begitupun di tahun kedua saat diminta kembali, SHGB tidak muncul juga," kata Wisnu.
"Tahun ketiga, kami minta, mereka bilang sudah selesai, 3 bulan lagi akan dibagikan sertipikatnya. Tetapi yang dibagikan adalah bukan SHGB, namun surat hak sewa menyewa dengan jangka waktu 25 tahun. Darisitu kami pikir apakah benar yang diterbitkan adalah produk BPN, ternyata itu adalah abal-abal karena bukan produk dari BPN melainkan produk dari Inkopal sendiri," tambah Wisnu.
Baca juga : Beda Pilihan Saat Pilkades, Warga Desa Batusari Diingatkan Agar Jaga Kamtibmas
Dirinya kata Wisnu, pernah coba membawa surat dari Inkopal itu ke Bank untuk di agunkan, ternyata tidak berlaku karena katanya itu bukan sertipikat yang diakui oleh negara. "Surat Ini sudah mendekati 25 tahun dan akan berakhir di 31 Desember 2025. Kami sudah tidak bisa diperpanjang lagi, namun kalau mau harus membayar uang sewa dengan harga 300 juta pertahun dan di diskon 50 persen sehingga jadi 150 juta. Harga itu tidak masuk akal, karena tidak ada harga ruko sebegitu," ucap Wisnu.
Oleh karena itu kata Wisnu, terpaksalah dia dan warga lainnya meminta hak semula yang dijanjikan yaitu SHGB. "Makanya untuk mengajukan SHGB ini, kami coba menguji sertipikat hak pakai yang dipegang oleh Kemenhan," ujar dia.
"Ini kan masih dalam proses, harusnya pihak Inkopal tidak boleh dong mengirimkan surat pemaksaan pengosongan karena dianggap kami menyewa cuma 25 tahun, padahal kami kan sudah membeli," ungkap Wisnu.(RIP)