Coreng Wajah Pemprov DKI, Pengamat Desak Pramono  Sanksi Satpol PP

Kamis, 10 April 2025, 21:36 WIB
Jakarta City

LampuHijau.co.id - Tindakan Satpol PP DKI Jakarta saat membubarkan demonstran yang tengah berkemah di depan Gerbang Pancasila, Gedung DPR/MPR pada Rabu (9/4/2025) dinilai mencoreng wajah Pemprov DKI Jakarta. Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung harus turun tangan.

Hal tersebut dikatakan Pengamat Perkotaan Sugiyanto. Pria yang akrab disapa SGY ini mendesak Pramono memberi sanksi pimpinan Satpol PP. “Aksi Satpol PP DKI Jakarta tersebut dapat dipandang sebagai tindakan pembatasan atau pelarangan terhadap hak para demonstran. Selain itu, tindakan ini mencerminkan sikap arogansi yang jelas tidak seharusnya dipertontonkan kepada publik,” kata SGY, Kamis (10/4/2025).

Baca juga : Fraksi PKB DPR RI Usul Penyaluran Bansos Satu Pintu

Selain melampaui batas kewenangan, lanjut SGY, Satpol PP melabrak prinsip-prinsip demokrasi serta semangat konstitusi negara yang menjamin kebebasan berpendapat dan berekspresi. Untuk diketahui aksi berkemah itu merupakan bentuk penolakan terhadap revisi Undang-Undang (UU) TNI.

Dibeberkan SGY, ada empat alasan tindakan Satpol PP melampaui batas. Pertama, Satpol PP bukan penafsir konstitusi atau pengatur aspirasi rakyat. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satpol PP pada Pasal 2 ayat (1), fungsi utama Satpol PP untuk menegakkan Peraturan Daerah (Perda) serta menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman daerah.

Baca juga : Korupsi Dana CSR BI, KPK Cari Tahu Proses Pengajuan Dana Sosial

Dengan demikian, Satpol PP tidak memiliki dasar hukum untuk membatasi ataupun melarang demonstrasi di kawasan lembaga negara, seperti Gedung DPR/MPR. Apalagi dalam UUD 1945, Pasal 28E, negara menjamin dan melindungi hak atas kebebasan berpendapat. Kedua, Gedung DPR/MPR terletak di wilayah yang berada di bawah otoritas nasional, bukan lokal. Kawasan Senayan, tempat berdirinya Gedung DPR/MPR, bukan milik atau tanggung jawab Pemprov DKI Jakarta.

“Wilayah ini merupakan zona strategis nasional yang berada di bawah pengelolaan Sekretariat Jenderal MPR/DPR/DPD RI, dan menjadi simbol kedaulatan rakyat. Karena itu, tindakan Satpol PP yang dapat dianggap membatasi atau melarang demonstrasi di kawasan tersebut bisa dianggap sebagai bentuk campur tangan pemerintah daerah ke dalam wilayah kedaulatan institusi negara,” ujarnya.

Baca juga : Keren Nih Pemprov DKI, Bansos Dibagikan Minggu Kedua Desember Setelah Pilgub

Ketiga, pembatasan atau pelarangan terhadap aksi demonstrasi mencederai nilai-nilai demokrasi. Aksi demonstrasi merupakan ekspresi sah dari kebebasan sipil yang dijamin oleh negara. Selama dilakukan dengan damai dan sesuai dengan peraturan hukum, aparat manapun termasuk Satpol PP, tidak berhak membungkam suara rakyat.

Keempat, jika alasan pembatasan atau pelarangan adalah demi ketertiban, yang seharusnya dilakukan oleh Satpol PP adalah memfasilitasi, bukan menghalangi. “Mengatur lalu lintas massa aksi, berkoordinasi dengan kepolisian dan memastikan tidak terjadinya kerusuhan adalah langkah yang harus diambil oleh aparat pemerintah daerah. Melarang secara langsung adalah tindakan otoriter yang bisa menimbulkan preseden buruk dalam kehidupan demokrasi,” tegasnya. (DTR)

Index Berita
Tgl :
Silahkan pilih tanggal untuk melihat daftar berita per-tanggal