LampuHijau.co.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengirimkan kelengkapan berkas dokumen untuk pemulangan buron kasus korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP) Paulus Tannos, yang diminta Pemerintah Singapura. Berkas tersebut bakal dikirimkan melalui pengantar dari Kementerian Hukum RI.
"Harapan kita dalam waktu dekat ini bisa ada update lagi ya. Jadi, infonya pekan depan, entah itu hari Senin atau Selasa, berkas itu akan dikirimkan," sebut Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Jumat, 14 Februari 2025 malam.
Tessa tak merinci dokumen-dokumen dimaksud yang dimintakan Pemerintah Singapura. Namun ia mengatakan, salah satunya pernyataan dari Indonesia yang memastikan bakal melakukan penuntutan terhadap Paulus Tanon dalam perkara hukumnya, jika nanti diekstradisi.
"Dan, perbedaan sistem hukum, di mana di negara Singapura dan Indonesia ini, kita bisa menyatakan bahwa seseorang itu dituntut tentunya setelah ada P21 (berkas lengkap) ya dari jaksa penuntut umum," imbuhnya.
Karenanya, diperlukan kerja sama antar kementerian dan instansi maupun lembaga. Baik KPK, Kemenkum, Kejaksaan, juga Polri untuk melengkapi berkas-berkas yang tidak ada dasar hukumnya di Indonesia.
"Kita mencari kesamaannya di situ," lanjut Jubir berlatar belakang penyidik Polri ini.
"Intinya adalah memulangkan saudara PT, dan memenuhi apa yang diminta oleh negara Singapura. Karena mereka sendiri, dalam hal ini sudah melakukan tindakan pro justisia ya, dalam hal ini menangkap provisional arrest (penangkapan sementara) kepada saudara PT," kata Tessa.
Baca juga : Kemenkum Bentuk Tim Kerja untuk Proses Ekstradisi Paulus Tannos
Diketahui, buron Paulus Tanos menggugat provisional arrest kepada pengadilan Singapura. Sehingga kemungkinannya ia bisa lepas dari proses ekstradisi yang tengah diupayakan Indonesia.
Hal ini terjadi jika ia memenangkan gugatannya di pengadilan Singapura. Juga bila masa penahanan sementara yang dijalaninya telah habis.
Ahli Hubungan Internasional Dinna Prapto Raharja mengatakan, penahanan sementara terhadap Tannos harus dihentikan setelah melewati 45 hari sejak tanggal penahanan.
Demikian halnya jika permintaan ekstradisi dan dokumen pendukungnya belum diterima, maka seorang buron dapat dilepaskan. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2023 tentang Pengesahan Perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura tentang Ekstradisi Buronan.
"Tapi tetap tidak menutup kemungkinan bisa ditangkap lagi, jika kemudian permintaan dan dokumen diterima," ujar Dinna saat dihubungi pada Sabtu, 1 Februari 2025.
Dinna menambahkan, berdasar beleid tersebut, buron Paulus Tannos bisa diekstradisi kembali ke Tanah Air. Karena jenis tindak pidananya yang diduga dilakukan termasuk dalam pernjanjian ekstradisi kedua negara.
"Untuk bisa diserahkankan si buron itu ke Indonesia, perlu ada permintaan resmi dengan bukti-bukti bahwa orang tersebut telah dijatuhi pidana atas tindak pidana di peradilan Indonesia (Pasal 3 ayat 2) atau jika ada bukti cukup atas pidana tersebut (Pasal 3 ayat 1)," jelasnya yang juga praktisi dan pengajar hubungan internasional (Synergy Policies) ini.
Baca juga : Temui Pendemo, Pj Wali Kota Tangerang: Bentuk Ekspresi Kecintaan Terhadap Kota Tangerang
Selain itu dalam dalam Pasal 4, ada pengecualian wajib terhadap ektradisi jika tindak pidana dianggap berkarakter politik, ada faktor diskriminasiras, agama, pandangan politik, suku, kewarganegaraan. Tapi ada juga potensi ditolak karena alasan-alasan hukum lainnya.
Sebelumnya, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan bahwa Kemenkum terus berupaya melengkapi dokumen untuk membawa pulang Paulus Tannos dari Singapura. Tenggatnya selama 45 hari pasca penangkapan pada 17 Januari 2025 lalu, yakni hingga 3 Maret 2025 nanti.
"Tapi saya tegaskan bahwa setelah 45 hari, tentu proses ini akan berjalan di pengadilan Singapura. Karena itu, kita tunggu setelah dokumennya lengkap," ucapnya dalam konferensi pers di Gedung Kemenkum, Jakarta, Rabu, 29 Januari 2025.
Supratman menambahkan, pihaknya tidak dapat mencampuri proses persidangan tersebut. Hal ini sebagai bentuk menghormati kedaulatan hukum Pemerintah Singapura.
"Karena setelah selesai ada putusan di pengadilan tingkat pertama di Singapura, tentu masih ada proses banding," imbuhnya.
Selain itu, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) pun terlibat dalam komunikasi antarpemerintah RI dengan Singapura terkait pemulangan Paulus Tannos. Pihaknya juga terus berkoordinasi.
Menurutnya, Kemenkum terus memberikan support dalam proses ekstradisi ini. Dan dengan kolaborasi antara aparat penegak hukum, baik KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri, ia meyakini makin mempercepat proses ekstradisi Paulus Tannos.
Baca juga : Catat Warga Depok, Jangan Pilih Lagi Anggota Dewan Tukang Bolos dan Pemalas
Dan dengan kolaborasi berbagai institusi, ia meyakini bahwa proses melengkapi dokumen ekstradisi segera terpenuhi. Bahkan sebelum jatuh tempo pada 3 Maret mendatang.
Sementara Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Widodo mengakui, Indonesia bisa saja kalah dalam persidangan di Singapura. Tapi pihaknya tidak memikirkan ke arah sana, dan tetap berusaha semaksimal mungkin.
"Ya ada potensi (kalah), potensi pasti ada. Tetapi kan paling tidak kita berusaha maksimal untuk melengkapi semua dokumen yang ada," imbuhnya.
Kata Widodo, sidang pengadilan yang digelar di Singapura untuk menguji kebenaran soal status kewarganegaraan dan identitas Paulus Tannos, juga hal lainnya. Dan pihaknya pun menghormati proses hukumnya sesuai perjanjian ekstradisi sebagaimana dalam ratifikasi kedua negara pada 2023.
Selain kelengkapan dokumen Paulus Tannos, juga dokumen Kementerian Hukum yang kini berubah nama menjadi nomenklatur baru dari sebelumnya. Semuanya dilakukan berdasarkan ratifikasi antara kedua negara.
"Dan ini masih berproses, kan kita baru dapet konfirmasi minggu kemarin kan. Jadi, kita sekarang masih terus berjalan mengirimkan kepada pihak pemerintah sana melalui kedutaan besar. Dan semoga dengan cepat ini kita segera penuhi," harapnya. (Yud)