LampuHijau.co.id - Jaksa penuntut Kejaksaan Agung (Kejagung) turut menuntut lima korporasi smelter swasta membayar uang pengganti sejumlah Rp 152,3 triliun.
Jaksa menganggap, kelima smelter swasta harus ikut bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan dalam perkara korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah konsesi PT Timah Tbk.
Jaksa mengungkapkan hal ini dalam sidang pembacaan surat tuntutan untuk enam terdakwa dalam kasus rasuah ini. Mereka yakni Harvey Moeis selaku perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta selaku Direktur Utama PT RBT, Reza Andriyansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT.
Kemudian Komisaris PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) Suwito Gunawan alias Awi, Dirut PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS) Robert Indarto, dan General Manager PT Tinindo Inter Nusa (TIN) Rosalina.
Menurut jaksa, kelima perusahaan smelter swasta itu terlibat dalam kasus dugaan korupsi dan telah menerima pembayaran dari PT Timah dari kerja sama sewa peralatan processing penglogaman timah. Serta pembayaran dari kerja sama jasa pengangkutan melalui beberapa perusahaan boneka yang terafiliasi lima smelter swasta dimaksud, yang nyatanya melakukan penambangan bijih timah secara ilegal.
Rinciannya adalah PT RBT sebesar Rp 38,5 triliun, CV VIP Rp 42,1 triliun, PT SBS Rp 23,6 triliun, PT SIP Rp 24,3 triliun, dan PT TIN Rp 23,6 triliun.
"Dengan total keseluruhan pembebanan kepada lima smelter sebesar Rp 152,3 triliun," beber jaksa membacakan pertimbangan tuntutannya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin, 9 Desember 2024 malam.
Selain itu, kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab menimbulkan kerugian negara dalam bentuk kerusakan lingkungan pada periode 2015 sampai 2018. Dalam periode ini, terdapat sejumlah CV dan perorangan yang bermitra dengan PT Timah, sehingga dibebankan sebesar Rp 118,7 triliun.
Baca juga : Bos Timah Koba Dituntut 14 Tahun Penjara dan Bayar Uang Pengganti Rp 3,6 T
Menurut jaksa, ada sebanyak 375 mitra jasa usaha pertambangan seperti CV Global Mandiri Jaya, PT Indo Metal Asia, CV Tri Selaras Jaya, dan PT Agung Dinamika Teknik Utama yang turut diperkaya dari perkara ini dengan total Rp 10,3 triliun.
"Sehingga keseluruhan uang pengganti atas kerusakan lingkungan mencapai Rp 271 triliun," lanjut jaksa.
Dalam tuntutan, bos PT RBT Suparta dituntut paling tinggi dengan pidana penjara selama 14 tahun. Selain itu, dia juga dikenakan pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan badan.
Jaksa juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 4,5 triliun. Jika terdakwa tidak dapat membayar uang pengganti tersebut selama satu bulan setelah putusan inkrah, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutup uang pengganti tersebut.
"Dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 8 tahun," ujar jaksa dalam tuntutannya.
Jaksa membeberkan, nilai uang pengganti tersebut berdasar nilai uang yang diterima PT RBT dari adanya kerja sama sewa smelter dengan PT Timah Tbk. Selain itu, karena keuntungan yang diterima dari hasil penjualan bijih timah yang dilakukan sejumlah perusahaan boneka bentukan perusahaan tersebut.
Dalam sidang yang sama, jaksa juga menuntut Harvey Moeis selaku perwakilan PT RBT. Suami Sandra Dewi ini dituntut selama 12 tahun penjara.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 12 tahun dan pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider 1 tahun penjara," kata jaksa.
Selain itu, jaksa penuntut Kejagung menjatuhkan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar subsider 6 tahun kurungan badan.
Dalam perkara dugaan rasuah yang merugikan keuangan negara hingga Rp 300 triliun lebih ini, Harvey dijerat dengan dakwaan komulatif. Selain dijerat dengan pasal korupsi, ia dijerat dengan pasal pencucian uang (TPPU).
Baca juga : Bos PT RBT Dituntut Paling Tinggi, Penjara 14 Tahun dan Bayar Uang Pengganti Rp 4,5 T
Dalam kasus korupsinya, jaksa meyakini bahwa perbuatan Harvey telah melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUH Pidana sebagaimana dakwaan kesatu primer.
Dan dalam kasus pencucian uang, ia dinilai melanggar Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan kedua primer.
Kemudian untuk terdakwa Reza Andriyansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, dituntut pidana penjara selama 8 tahun penjara. Dia juga dikenakan pidana denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun penjara. Dirinya tidak dijerat dengan pasal pencucian uang.
Dalam sidang, jaksa hanya membacakan pertimbangkan perkara yang menjerat Harvey Moeis, demi mempersingkat proses jalannya sidang.
Sebagai bahan pertimbangan tuntutannya, jaksa membacakan hal-hal yang memberatkan dan meringankan atas diri Harvey Moeis. Hal memberatkan, perbuatan terdakwa telah mengakibatkan kerugian keuangan negara yang sangat besar yaitu lebih dari Rp 300 triliun.
"Perbuatan terdakwa telah menguntungkan terdakwa sebesar Rp 210 miliar, terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan," lanjut jaksa.
Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa Harvey belum pernah dihukum sebelumnya.
Jaksa meyakini, Harvey Moeis telah melakukan korupsi bersama-sama para terdakwa lain dalam pengelolaan komoditas timah di wilayah konsesi PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Jaksa menyatakan, Harvey bersama Helena telah mengumpulkan uang Rp 420 miliar dari jatah pengamanan empat pengusaha smelter swasta. Nilainya sebesar 500 sampai 750 dolar Amerika Serikat (AS) per metrik ton peleburan timah dari kerja sama dengan PT Timah.
Uang-uang itu kemudian dialihkan seolah-olah sebagai dana CSR melalui PT Quantum Skyline Exchange milik Helena Lim. Namun menurut jaksa, dalam pengelolaannya, baik Harvey maupun Helena tidak diketahui lagi jumlah pastinya karena tidak dilakukan pencatatan.
Baca juga : KPK Tetapkan 1 Tersangka di Kasus Korupsi Fasilitasi Pengolahan Karet Kementan
Junaedi Saibih selaku penasihat hukum terdakwa Harvey Moeis, Suparta, dan Reza Andriyansyah menyebut bahwa tuntutan terhadap kliennya sangat memberatkan. Terutama terhadap suami Sandra Dewi, Harvey Moeis.
"Kan dia (Harvey) beberapa kali terhadap tuduhannya sambil geleng-geleng kepala. Dia nggak ngerti kenapa. Pasti orang keberatan," ucapnya usai sidang.
Menurutnya, beban uang pengganti Rp 210 miliar merupakan setengah dari Rp 420 miliar sebagai dana CSR yang dikumpulkan lewat PT QSE milik Helena.
Namun perhitungan jaksa tidak pasti, karena perhitungan 30 juta dolar Amerika Serikat (AS) itu dari keterangan Helena dalam sidang yang dipaksa untuk membenarkan nilai tersebut.
"Lagi-lagi ada soal kerugian ekologi (lingkungan), yang itu juga sifatnya tidak pasti, ahli lingkungan juga sudah menyatakan. Program kerja sama juga itu perdata," ucapnya.
Sementara penasihat hukum Robert Indarto, Handika Honggowongso menyebut, tuntutan 14 tahun penjara terhadap kliennya sangat berlebihan. Karena saat PT Timah bekerja sama dengan 5 smelter swasta di tahun 2018, sudah berstatus sebagai swasta nasional, bukan lagi BUMN.
Sehingga menurutnya, tidak ada kerugian keuangan negara dari kerja sama tersebut. Dia juga protes karena perusahaan kliennya, PT SBS dibebani dengan biaya kerusakan lingkungan Rp 2,3 triliun. Padahal kliennya tidak melakukan penambangan timah di manapun.
"Itu harusnya dibebankan kepada mitra tambang, masyarakat, dan PT Timah yang aktif melakukan penambangan. Aturannya kan seperti itu," ucapnya.
Sementara soal beban uang pengganti kepada Robert Rp 1,9 triliun, dianggap salah kaprah dan melanggar Pasal 18 UU Tipikor. Kata dia, dari jumlah Rp 1,9 triliun, sejumlah Rp 1,6 triliun dipakai untuk membayar bijih timah kepada para penambang yang ditunjuk PT Timah. Dan yang mengelola pun bukan kliennya.
"Lalu timahnya disetorkan ke PT Timah sebanyak 16,7 ribu ton. Itu nyata dan tidak fiktif. Jadi, uang itu sebenarnya tidak dinikmati oleh Robert Indarto," katanya. (Yud)