LampuHijau.co.id - Tim pemeriksa Mahkamah Agung (MA) telah memeriksa mantan pejabat MA Zarof Ricar, tersangka kasus dugaan permufakatan jahat aliran suap kepada majelis hakim kasasi perkara pidana umum Ronald Tannur.
Juru Bicara MA Yanto membenarkan bahwa tim pemeriksa mendatangi Kejaksaan Agung (Kejagung). Namun mantan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini belum bisa memerinci poin-poin yang diperiksa dari Zarof.
Dia menyebut, pemeriksaan dilakukan untuk mendalami adanya dugaan pelanggaran etik hakim MA. Sebab, Kejagung sempat menyebut bahwa Zarof pernah bertemu dengan salah satu majelis hakim kasasi yang menangani perkara Ronald Tannur.
"Nanti kalau sudah semua selesai, baru ada nanti kesimpulan dari tim pemeriksa. Nanti kita kasih tahu," singkatnya saat dihubungi, Senin, 4 November 2024.
Adapun Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejagung menyebut, pemeriksaan dilakukan pada Senin, 4 November 2024 sejak pagi hingga sore hari. Pemeriksaan dilakukan Ketua Muda Bidang Pengawasan MA.
Namun begitu, pihaknya sekadar memfasilitasi tempat pemeriksaan tersebut. Pasalnya, status Zarof merupakan tahanan penyidik JAM Pidsus Kejagung.
Baca juga : Kasus Suap di Lingkungan MA, KPK Periksa Petinggi Partai Demokrat
"Apa isinya? Kami tidak ikut di dalam itu, karena itu urusan internal MA," singkatnya dalam konferensi pers di Kejagung, Senin malam.
Diketahui, MA membentuk tim pemeriksa yang bertugas untuk melakukan klarifikasi kepada majelis hakim kasasi perkara Gregorius Ronald Tannur.
Mereka terdiri dari hakim agung Dwiarso Budi yang juga Ketua Kamar Pengawasan MA, yang bertindak selaku ketua tim pemeriksa; dan dua hakim agung lainnya bertindak sebagai anggota yakni Jupriadi dan Sekretaris Kepala Badan Pengawasan MA Noor Edi Yono.
Adapun ketiga hakim kasasi perkara Ronald Tannur yang juga bakal diperiksa adalah Soesilo selaku ketua majelis hakim dengan dua hakim anggota Ainal Mardhiah dan Sutarjo. Pemeriksaan terhadap majelis kasasi dalam kasus Ronald Tannur ini, sebagai respons MA atas dugaan adanya aliran uang suap.
Sebelumnya, Kejagung menyatakan bahwa Zarof menerima total uang Rp 6 miliar untuk mengurus perkara kasasi Ronald Tannur. Uang diterima dari pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat (LR).
"ZR diduga keras telah melakukan tindak pidana korupsi, yaitu melakukan permufakatan jahat untuk melakukan suap bersama dengan LR, selaku pengacara Ronald Tannur terkait penanganan perkara tindak pidana umum atas nama terdakwa Ronald Tannur," ungkap Direktur Penyidikan JAM Pidsus Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers di Kejagung, Jumat, 26 Oktober 2024 malam.
Permufakatan jahat itu untuk menyuap tiga hakim kasasi yang mengadili perkara Ronald Tannur di MA. Adapun Ronald Tannur telah dijatuhi vonis 5 tahun penjara di tingkat kasasi.
Baca juga : Kadinkes Subang Beri Bantuan kepada Ayah Anak Derita TBC Paru di Rawabadak
Dirdik membeberkan, awalnya Lisa Rachmat meminta agar Zarof Ricar mengupayakan hakim agung di MA tetap menyatakan Ronald Tannur tidak bersalah dalam putusan kasasinya.
"Dan LR menyampaikan kepada ZR, akan menyiapkan uang atau dana sebesar Rp 5 miliar untuk hakim agung. Dan untuk ZR akan diberikan fee sebesar Rp 1 miliar atas jasanya," ungkapnya.
Pada Oktober tahun 2024, Lisa menyampaikan pesan kepada ZR akan mengantarkan uang sebesar 5 miliar. Jumlah uangnya sesuai catatan yang dibuat Lisa, diperuntukkan tiga hakim agung berinisial S, A, dan S yang menangani kasasi Ronal Tannur.
Karenanya jumlahnya banyak, Zarof enggan menerimanya. Ia meminta Lisa menukarkan seluruh uang itu ke dalam mata uang asing di salah satu money changer di Blok M, Jakarta Selatan.
Setelahnya, Lisa menyerahkan uang valas di rumah Zarof di Senayan, Jakarta Selatan. Zarof lantas menyimpannya dalam brankas di ruang kerja dalam rumahnya.
Abdul Qohar menyampaikan, selain perkara suap tersebut, Zarof diduga menerima gratifikasi pengurusan perkara-perkara di MA ketika masih menjabat Kepala Diklat MA RI. Gratifikasi diterima dalam berbagai bentuk mata uang, baik rupiah maupun mata uang asing. Hal ini ia ungkapkan usai tim penyidik menyita uang ratusan miliar rupiah dari hasil penggeledahan rumah Zarof.
"Sebagaimana yang kita lihat di depan ini, yang seluruhnya jika dikonversi dalam bentuk rupiah sejumlah Rp 920,9 miliar dan emas batangan seberat 51 kilogram," sambungnya.
Baca juga : KPK Siap Periksa Laporan Dugaan Gratifikasi Staf Ahli Jaksa Agung
Total uang dan emas itu dari hasil penggeledahan di rumah Zarof Ricar di Senayan, Jakarta Selatan. Rinciannya, dolar Singapura sebanyak 74.494.427, dolar Amerika Serikat (AS) sejumlah 1.897.362, Euro 71.200, dolar Hongkong 483.320, dan mata uang rupiah Rp 5.725.075.000.
Sementara dari hasil penggeledahan di Hotel Le Meridien Bali, penyidik juga menyita uang rupiah berbagai pecahan. Totalnya sekitar Rp 20 juta.
Setelah pemeriksaan pada Jumat, 25 Oktober 2024, penyidik menetapkan Zarof Ricar dan Lisa Rachmat sebagai tersangka kasus dugaan pemufakatan jahat suap dan gratifikasi. Hal ini berdasar surat perintah penetapan tersangka nomor 56/F.2/10/2024 untuk Zarof Ricar, dan nomor 60/F.2/FD.2/10/2024 untuk Lisa Rachmat.
"Karena telah ditemukan bukti permulaan yang cukup adanya tindak pidana korupsi," sambung Dirdik. (Yud)