LampuHijau.co.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melakukan pemblokiran terhadap rekening keluarga tersangka mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar dalam kasus dugaan permufakatan jahat aliran suap kepada majelis hakim kasasi perkara pidana umum Ronald Tannur.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejagung Abdul Qohar mengungkapkan, pemblokiran dilakukan sebagai langkah penyidikan. Namun ia tak merinci jumlah rekening bank yang telah diblokir tersebut.
Selain itu, saat ini tim penyidik tengah melakukan pelacakan aset-aset milik Zarof yang lain. "Baik itu berupa barang maupun berupa uang, kita sudah lakukan itu," kata Abdul Qohar kepada wartawan di Gedung Kartika Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis, 31 Oktober 2024 malam.
Dirdik menambahkan, pihaknya juga telah melakukan pemeriksaan terhadap keluarga Zarof. Tapi terkait isi materi pemeriksaannya, dia enggan membeberkannya ke publik.
Hingga saat ini, pihaknya telah memeriksa sekitar 15 orang saksi, termasuk saksi dari pihak keluarga Zarof. Para saksi dipastikan merupakan orang-orang yang terlibat dengan tindak pidana yang diduga dilakukan tersangka.
Terpisah, penasihat hukum Zarof Ricar, Soesilo Aribowo belum bisa berkomentar saat dikonfirmasi wartawan. Dirinya meminta waktu terkait hal tersebut.
"Saya maasih belum ketemu yang bersangkutan, nanti ya," singkatnya saat dihubungi via WhatsApp, Kamis malam.
Baca juga : MA RI Bentuk Tim Pemeriksa 3 Hakim Kasasi Perkara Ronald Tannur Soal Dugaan Suap
Adapun Kejagung menangkap Zarof Ricar di Bali pada Kamis, 24 Oktober 2024. Di hari yang sama, penyidik melakukan penggeledahan di rumahnya dan menemukan uang nyaris sejumlah Rp 1 triliun serta 51 kilogram logam mulia Antam.
Seluruh uang yang disita berupa mata uang rupiah, dolar Singapura, dolar Amerika Serikat, dolar Hongkong, dan Euro.
Uang dan emas ini diduga dari pengurusan perkara di MA sejak 2012 sampai 2022. Sebagian di antaranya ada juga untuk mengurus perkara kasasi Ronald Tannur.
Abdul Qohar mengungkapkan, uang-uang dan emas yang disita dari hasil penggeledahan rumah Zarof Ricar di bilangan Senayan, Jakarta Selatan. Hal ini ia ungkapkan dalam konferensi pers di Gedung Kartika Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat, 25 Oktober 2024 malam.
Penangkapan Zarof merupakan pengembangan dari perkara dugaan suap terhadap tiga hakim PN Surabaya yang memvonis bebas Ronald Tannur. Dalam perkara itu, penyidik menahan tiga hakim yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul, serta pengacara Ronald Tannur bernama Lisa Rachmat.
Abdul Qohar menambahkan, dari penangkapan tiga hakim PN Surabaya dan seorang pengacara Lisa Rachmat, pihaknya menangkap Zarof Ricar di Hotel Le Meridien Bali pada Kamis, 24 Oktober 2024 malam.
"ZR diduga keras telah melakukan tindak pidana korupsi, yaitu melakukan permufakatan jahat untuk melakukan suap bersama dengan LR, selaku pengacara Ronald Tannur terkait penanganan perkara tindak pidana umum atas nama terdakwa Ronald Tannur," imbuhnya.
Baca juga : Kasus Suap di Lingkungan MA, KPK Periksa Petinggi Partai Demokrat
Permufakatan jahat itu untuk menyuap tiga hakim kasasi yang mengadili perkara Ronald Tannur di MA. Adapun Ronald Tannur telah dijatuhi vonis 5 tahun penjara di tingkat kasasi.
Dirdik membeberkan, awalnya Lisa Rachmat meminta agar Zarof Ricar mengupayakan hakim agung di MA tetap menyatakan Ronald Tannur tidak bersalah dalam putusan kasasinya.
"Dan LR menyampaikan kepada ZR, akan menyiapkan uang atau dana sebesar Rp 5 miliar untuk hakim agung. Dan untuk ZR akan diberikan fee sebesar Rp 1 miliar atas jasanya," ungkapnya.
Pada Oktober tahun 2024, Lisa menyampaikan pesan kepada ZR akan mengantarkan uang sebesar 5 miliar. Jumlah uangnya sesuai catatan yang dibuat Lisa, diperuntukkan tiga hakim agung inisial S, A, dan S yang menangani kasasi Ronal Tannur.
Lantaran jumlahnya banyak, Zarof tak mau menerimanya. Ia meminta Lisa menukarkan seluruhnya ke dalam mata uang asing di salah satu money changer di Blok M, Jakarta Selatan.
Setelahnya, Lisa menyerahkan uang valas di rumah Zarof di Senayan, Jakarta Selatan. Zarof menyimpannya dalam brankas di ruang kerja dalam rumahnya.
Abdul Qohar menyampaikan, selain perkara suap tersebut, Zarof juga menerima gratifikasi pengurusan perkara-perkara di MA ketika masih menjabat Kepala Diklat MA RI. Gratifikasi diterima dalam berbagai bentuk mata uang, baik rupiah maupun mata uang asing.
Baca juga : Eksekusi Putusan Kasasi, Jaksa Ringkus Ronald Tannur Di Surabaya
"Sebagaimana yang kita lihat di depan ini, yang seluruhnya jika dikonversi dalam bentuk rupiah sejumlah Rp 920,9 miliar dan emas batangan seberat 51 kilogram," sambungnya.
Total uang dan emas itu dari hasil penggeledahan di rumah Zarof Ricar di Senayan. Rinciannya, dolar Singapura sebanyak 74.494.427, dolar Amerika Serikat (AS) sejumlah 1.897.362, Euro 71.200, dolar Hongkong 483.320, dan mata uang rupiah Rp 5.725.075.000.
Sementara dari penggeledahan di Hotel Le Meridien Bali, penyidik menyita uang rupiah berbagai pecahan. Totalnya sekitar Rp 20 juta.
Setelah pemeriksaan pada Jumat, 25 Oktober 2024, penyidik menetapkan Zarof Ricar dan Lisa Rachmat sebagai tersangka kasus dugaan pemufakatan jahat suap dan gratifikasi. Hal ini berdasar surat perintah penetapan tersangka nomor 56/F.2/10/2024 untuk Zarof Ricar, dan nomor 60/F.2/FD.2/10/2024 untuk Lisa Rachmat.
"Karena telah ditemukan bukti permulaan yang cukup adanya tindak pidana korupsi," sambung Dirdik.
Atas perbuatannya, Zarof disangkakan Pasal 5 ayat 1 juncto Pasal 15 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), dan Kedua, Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor. Dia juga langsung ditahan untuk 20 hari pertama.
Sementara Lisa Rachmat disangkakan Pasal 5 ayat 1 juncto Pasal 15 juncto Pasal 18 UU Tipikor. Di kasus ini, Lisa tidak dilakukan penahanan, karena ia telah ditahan dalam perkara sebelumnya terkait dugaan suap tiga hakim PN Surabaya. (Yud)