LampuHijau.co.id - Mahkamah Agung (MA) RI membentuk tim pemeriksa yang bertugas untuk melakukan klarifikasi kepada majelis hakim kasasi perkara Gregorius Ronald Tannur.
Mereka yakni hakim agung Dwiarso Budi yang juga Ketua Kamar Pengawasan MA, bertindak selaku ketua tim pemeriksa. Dua hakim agung lainnya bertindak sebagai yakni Jupriadi dan Sekretaris Kepala Badan Pengawasan MA Nor Ediyono.
Juru Bicara MA, Dr. Yanto meminta kepada masyarakat, agar memberi kepercayaan dan waktu kepada tim untuk melakukan tugasnya. Selanjutnya, menunggu hasil klarifikasi oleh tim pemeriksa dari tiga hakim kasasi dimaksud.
"Menyikapi perkembangan yang terjadi, Yang Mulia Ketua MA Sunarto akan memberi arahan secara langsung kepada Ketua Pengadilan tingkat banding (Pengadilan Tinggi) pada empat lingkungan peradilan, yang akan dimulai dari Ketua Pengadilan Tinggi Agama pada hari ini," ucap hakim agung Yanto dalam konferensi pers di Gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Senin, 28 Oktober 2024 siang.
Pasalnya pada hari ini, para Ketua PT Agama sedang berada di Jakarta untuk melakukan Nita kesepahaman dengan Kementerian Agama.
Baca juga : Eksekusi Putusan Kasasi, Jaksa Ringkus Ronald Tannur Di Surabaya
Selain itu, Ketua MA Sunarto bakal melakukan konsolidasi dengan para hakim agung pada Selasa, 29 Oktober 2024 besok. Konsolidasi dilakukan bersamaan dengan rapat rutin.
"Agar Yang Mulia Ketua MA mengetahui dan mendapatkan informasi tentang perkembangan di Mahkamah Agung," imbuhnya.
Diketahui, ketiga hakim kasasi perkara Ronald Tannur yang bakal diperiksa adalah Soesilo selaku ketua majelis hakim dengan dua hakim anggota Ainal Mardhiah dan Sutarjo. Pemeriksaan terhadap majelis kasasi dalam kasus Ronald Tannur oleh MA sebagai respons atas dugaan adanya aliran uang suap.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menyatakan, mantan pejabat MA Zarof Ricar (ZR) menerima total uang Rp 6 miliar untuk mengurus perkara kasasi Ronald Tannur. Uang diterima dari pengacara Lisa Rachmat (LR).
"ZR diduga keras telah melakukan tindak pidana korupsi, yaitu melakukan permufakatan jahat untuk melakukan suap bersama dengan LR, selaku pengacara Ronald Tannur terkait penanganan perkara tindak pidana umum atas nama terdakwa Ronald Tannur," ungkap Direktur Penyidikan JAM Pidsus Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers di Kejagung, Jumat, 26 Oktober 2024 malam.
Permufakatan jahat itu untuk menyuap tiga hakim kasasi yang mengadili perkara Ronald Tannur di MA. Adapun Ronald Tannur telah dijatuhi vonis 5 tahun penjara di tingkat kasasi.
Baca juga : PP IKAHI: Kasus Suap 3 Hakim Pembebas Ronald Tannur Jadi Momen Bersih-bersih
Dirdik membeberkan, awalnya Lisa Rachmat meminta agar Zarof Ricar mengupayakan hakim agung di MA tetap menyatakan Ronald Tannur tidak bersalah dalam putusan kasasinya.
"Dan LR menyampaikan kepada ZR, akan menyiapkan uang atau dana sebesar Rp 5 miliar untuk hakim agung. Dan untuk ZR akan diberikan fee sebesar Rp 1 miliar atas jasanya," ungkapnya.
Pada Oktober tahun 2024, Lisa menyampaikan pesan kepada ZR akan mengantarkan uang sebesar 5 miliar. Jumlah uangnya sesuai catatan yang dibuat Lisa, diperuntukkan tiga hakim agung inisial S, A, dan S yang menangani kasasi Ronal Tannur.
Karenanya jumlahnya banyak, Zarof tak mau menerimanya. Ia meminta Lisa menukarkan seluruhnya ke dalam mata uang asing di salah satu money changer di Blok M, Jakarta Selatan.
Setelahnya, Lisa menyerahkan uang valas di rumah Zarof di Senayan, Jakarta Selatan. Zarof menyimpannya dalam brankas di ruang kerja dalam rumahnya.
Abdul Qohar menyampaikan, selain perkara suap tersebut, Zarof juga diduga menerima gratifikasi pengurusan perkara-perkara di MA ketika masih menjabat Kepala Diklat MA RI. Gratifikasi diterima dalam berbagai bentuk mata uang, baik rupiah maupun mata uang asing.
Baca juga : Geledah Rumah 3 Hakim Pembebas Ronald Tannur, Kejagung Temukan Banyak Duit Dolar
"Sebagaimana yang kita lihat di depan ini, yang seluruhnya jika dikonversi dalam bentuk rupiah sejumlah Rp 920,9 miliar dan emas batangan seberat 51 kilogram," sambungnya.
Total uang dan emas itu dari hasil penggeledahan di rumah Zarof Ricar di Senayan. Rinciannya, dolar Singapura sebanyak 74.494.427, dolar Amerika Serikat (AS) sejumlah 1.897.362, Euro 71.200, dolar Hongkong 483.320, dan mata uang rupiah Rp 5.725.075.000.
Sementara dari penggeledahan di Hotel Le Meridien Bali, penyidik menyita uang rupiah berbagai pecahan. Totalnya sekitar Rp 20 juta.
Setelah pemeriksaan pada Jumat, 25 Oktober 2024, penyidik menetapkan Zarof Ricar dan Lisa Rachmat sebagai tersangka kasus dugaan pemufakatan jahat suap dan gratifikasi. Hal ini berdasar surat perintah penetapan tersangka nomor 56/F.2/10/2024 untuk Zarof Ricar, dan nomor 60/F.2/FD.2/10/2024 untuk Lisa Rachmat.
"Karena telah ditemukan bukti permulaan yang cukup adanya tindak pidana korupsi," sambung Dirdik. (Yud)