LampuHijau.co.id - Para hakim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat belum memastikan bakal ikut mogok atau cuti bersama dengan para hakim lain terkait permintaan kenaikan gaji pada pekan depan.
Pasalnya, masih menunggu kebijakan pimpinan. Namun yang pasti, tetap mendukung aksi tersebut.
"Pada prinsipnya kami mendukung aksi rekan-rekan hakim yang akan melaksanakan cuti bersama. Akan tetapi, kami para hakim PN Jakarta Pusat menunggu kebijakan pimpinan," ujar Humas PN Jakarta Pusat Zulkifli Atjo saat dikonfirmasi, Rabu, 3 Oktober 2024.
Baca juga : Marullah Matali Cocok Jadi Pj Gubernur Jakarta Gantikan Heru
Dia beralasan, para hakim masih harus bertanggung jawab atas agenda sidang yang sangat mendesak dan telah berjalan. Seperti masa penahanan yang segera berakhir.
"Kemudian, sidang perdata khusus niaga punya batasan waktu yang ditentukan undang-undang," imbuh Atjo membeberkan alasannya.
Sebelumnya, ribuan 'wakil Tuhan' yang tergabung dalam Solidaritas Hakim Indonesia (SHI), berencana mogok bersidang selama lima hari, mulai tanggal 7 sampai 11 Oktober 2024 pekan depan. Hal ini sebagai protes karena tidak ada kenaikan gaji selama 12 tahun terakhir.
"Selama bertahun-tahun, kesejahteraan hakim belum menjadi prioritas Pemerintah. Padahal, hakim merupakan pilar utama dalam penegakan hukum dan keadilan di negara ini," kata Juru Bicara SHI, Fauzan Arrasyid dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Kamis, 26 September 2024.
Baca juga : Dugaan Penyimpangan Kuota Haji, BEM STMIK Jayakarta Datangi Kantor KPK
Dia menyebutkan, tidak adanya perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 membuat kesejahteraan hakim semakin memprihatinkan. Pasalnya, gaji hakim tergolong rendah. Tapi di saat yang sama, nilai tukar rupiah terus mengalami inflasi setiap tahunnya.
"Hal ini membuat gaji dan tunjangan yang ditetapkan 12 tahun lalu menjadi sangat berbeda nilainya dibandingkan dengan kondisi saat ini," imbuhnya.
Menurutnya, kondisi menimbulkan dampak negatif pada kinerja hakim. Untuk yang lemah iman, dengan gaji tersebut, bisa melahirkan motif melakukan tindak pidana korupsi yang berpotensi mengancam integritas pengadilan. F
auzan membeberkan, sebenarnya Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan Putusan Nomor 23 P/HUM/2018 yang secara tegas mengamanatkan perlunya peninjauan ulang pengaturan penggajian hakim. Namun Putusan tersebut belum ditindaklanjuti Pemerintah.
Baca juga : Pansus Angket Haji tidak Ada Urusan dengan Pribadi dan PBNU
"Revisi PP 94/2012 untuk menyesuaikan penghasilan hakim menjadi sangat penting dan mendesak," tegasnya. (Yud)