LampuHijau.co.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan, kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di Rorotan, Jakarta Utara oleh Pemuda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) lebih dari satu. Jadi, kasus rasuah ini tak hanya menyeret PT Totalindo Eka Persada (TEP).
Ada perusahaan swasta lain dalam pengadaan tanah di Rorotan, yakni PT Citratama Inti Persada (CIP). Tapi para tersangka dalam kasus pengadaan tanah di Rorotan yang melibatkan PT CIP, belum dilakukan penahanan.
Hingga kini, PK baru mengumumkan dan menahan para tersangka untuk kasus pengadaan tanah di Rorotan oleh PT TEP.

Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto mengatakan, dugaan rasuah pengadaan tanah oleh PT CIP di Rorotan adalah perkara berbeda. Demikian juga berkas kasusnya, terpisah dengan kasus yang menjerat para petinggi PT TEP.
"Berbeda perkara, berbeda lokasi lahannya, dan beda (perusahaan) swastanya," singkat Tessa, saat dikonfirmasi pada Minggu, 22 September 2024 malam.
Jubir berlatar belakang penyidik Polri ini memastikan, penyidikan perkara untuk pengadaan lahan di Rorotan oleh PT CIP masih berlangsung. Namun untuk penetapan tersangkanya, harus menunggu hasil penghitungan kerugian negara atas dugaan rasuah tersebut.
Sebelumnya, KPK menetapkan lima orang tersangka dalam kasus pengadaan tanah di Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara antara Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) dengan PT TEP tahun 2019-2020.
Lembaga antirasuah menduga, ada mark up dari transaksi jual beli tanah itu yang merugikan keuangan negara atau keuangan daerah tersebut. Selain itu, ada sejumlah penyimpangan dalam proses pembelian tanahnya.
Baca juga : KPK Tetapkan 4 Tersangka Kasus Korupsi Pencaplokan PT JN, ASDP Siap Bekerja Sama
"Terdapat kerugian negara atau daerah setidaknya sebesar Rp 223.852.761.192 yang diakibatkan penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada tahun 2019-2021," kata Direktur Penyidikan KPK Brigadir Jenderal Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 18 September 2024 sore.

Dua orang tersangka dari PPSJ yakni Yoory Corneles Pinontoan (YCP) selaku Direktur Utama (Dirut), dan Indra S. Arharrys (ISA) selaku Senior Manager Divisi Usaha atau Direktur Pengembangan.
Kemudian tiga tersangka lain dari PT TEP yakni Donald Sihombing (DNS) selaku Dirut, Saut Irianto Rajagukguk (SIR) selaku Komisaris, dan Eko Wardoyo (EKW) selaku Direktur Keuangan.
Keempat tersangka langsung dilakukan penahanan, usai menjalani pemeriksaan pada Rabu lalu. Sedangkan tersangka Yoory, saat ini masih berada di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat atas perkara sebelumnya.
Asep menjelaskan, pada Februari 2019, PT TEP berencana membeli 6 bidang tanah milik PT Nusa Kirana Real Estate (NKRE) di Jalan Rorotan-Marunda, Kelurahan Rorotan, Jakarta Utara. Tanah seluas sekitar 11,7 hektare (Ha) itu seharga Rp 950 ribu per meter persegi (m2).
Namun mekanisme pembayarannya lewat skema pembayaran utang PT NKRE kepada PT TEP, dengan nilai transaksi total Rp 117 miliar.
Pada 18 Februari 2019, PT TEP mengirimkan surat tentang kerja sama pengelolaan lahan seluas 11,7 Ha yang berlokasi di Jalan Rorotan-Marunda, Kelurahan Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara.
Tanah yang awalnya milik PT NKRE ditawarkan dengan harga Rp 3,2 juta per m2. Skemanya berupa Kerja Sama Operasional (KSO) pengelolaan tanah bersama antara PT TEP dengan PPSJ.
Baca juga : Sidik Dugaan Korupsi Pengadaan X-Ray di Barantan Kementan, KPK Cegah 6 Orang
"Kemudian direspons saudara YCP dengan mengirimkan surat kepeminatan atas penawaran tanah tersebut," sambung Asep.
Persis di awal Maret 2019, dilakukan rapat negosiasi harga antara PT TEP dengan PPSJ atas tanah tersebut, yang dihadiri tersangka Yoory dan tersangka Donald. Keduanya menyepakati besaran harga tanah yang akan dilakukan KSO adalah Rp 3 juta/m2.
Meskipun saat itu PPSJ belum menunjuk Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) untuk menilai harga tanah. Selain itu, PPSJ belum melakukan kajian internal terkait penawaran KSO dari PT TEP.
Padahal Yoory dan Indra Arharrys tahu bahwa harga wajar tanah di Rorotan yang ditawarkan PT TEP sebetulnya jauh di bawah harga penawaran PT TEP, yakni di bawah Rp 2 juta/m2.
"Informasi harga wajar sesuai analisis internal dan informasi dari KJPP Wisnu Junaidi telah disampaikan Farouk M. Arzby kepada YCP. Namun YCP mengabaikan hal tersebut," jelas Asep.
Singkat cerita, karena skema KSO tidak disetujui Dewas PPSJ. Lantas, Yoory memerintahkan agar transaksi tersebut diubah menjadi skema beli putus tanah tanpa melakukan proses beli putus tanah dari awal, sesuai dengan ketentuan di PPSJ.
Kemudian ternyata ada juga penambahan luas tanah 0,6 Ha, sehingga total luasnya 12,3 Ha. Dengan pembayaran keseluruhannya sebesar Rp 370 miliar.
Lalu pada 23 Februari 2021, baru dilakukan penandatanganan 6 AJB antara PT TEP dengan PPSJ atas tanah Rorotan seluas 12,3 Ha.
Asep menyebut, tersangka Yoory menentukan lokasi lahan Rorotan yang akan dibeli secara sepihak. Penentuan itu tanpa didahului kajian teknis yang komprehensif, meskipun kondisi lahan berawa dan membutuhkan biaya pematangan lahan yang cukup besar.
Baca juga : KPK Jerat Dua Tersangka Baru di Kasus Korupsi Pengadaan LNG PT Pertamina
Selain itu, kondisi lahan tidak memenuhi kriteria teknis lahan Rumah Susun Sederhana (Rusuna), sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 3 Pergub DKI 27/2009 tentang Pembangunan Rusuna.
Asep menjelaskan, penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan lahan Jalan Rorotan-Marunda seluas 11,7 Ha yang dilakukan tersangka Yoory tersebut diduga dipengaruhi dan terkait adanya penerimaan fasilitas dari PT TEP.
Pasalnya, Yoory diduga menerima valuta asing berupa dolar Singapura setara Rp 3 miliar dari PT TEP. Bahkan, Yoory mendapat fasilitas berupa kemudahan saat menjual aset pribadinya. Asetnya berupa berupa 1 rumah dan 1 unit apartemen segera dibeli pegawai PT TEP.
Pembeliannya atas instruksi tersangka Eko, yang sumber dananya dari kas perusahaan dalam bentuk pinjaman lunak kepada pegawai yang membeli aset itu.
Sementara nilai kerugian negara kasus ini merupakan selisih antara pembayaran bersih PPSJ kepada PT Totalindo Eka Persada sebesar Rp 371 miliar dikurangi harga transaksi riil PT Totalindo dengan pemilik tanah awal (PT NKRE) dengan memperhitungkan pajak, BPHTB, dan biaya notaris sebesar Rp 147 miliar.
Atas perbuatannya, tersangka Yoory dan empat tersangka lainnya dikenakan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH Pidana. (Yud)