LampuHijau.co.id - Masa jabatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta periode 2019-2024 akan berakhir bulan ini. Dengan pelantikan anggota DPRD baru periode 2024-2029 yang dijadwalkan pada 26 Agustus 2024.
Ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (Katar) Sugiyanto mengatakan, dalam masa transisi ini, diperlukan langkah tegas terkait pengelolaan keuangan daerah. Khususnya mengenai Penanaman Modal Daerah (PMD) kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). “Terkait hal tersebut, sangat mendesak bagi DPRD untuk memberlakukan moratorium (penghentian sementara) pemberian persetujuan PMD kepada BUMD di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Moratorium ini harus diterapkan mengingat total kerugian usaha BUMD, PT Jakarta Propertindo (Jakpro) yang mencapai Rp 1,4 triliun,” kata SGY, sapaan Sugiyanto, Kamis (15/8/2924).
Berita Terkait : DPRD Depok Gelar Rapat Paripurna Pembukaan Masa Sidang Pertama Tahun 2023
SGY menyebut, moratorium PMD baru tersebut dapat dicabut setelah penyebab kerugian usaha Jakpro dapat diidentifikasi dengan jelas. “Jakpro, salah satu BUMD yang menangani proyek-proyek besar di Jakarta, telah mengalami kerugian usaha yang signifikan. Kejadian ini terjadi sejak 2019, selama lima tahun berturut-turut, baik pada era Gubernur Anies Baswedan maupun pada masa Pejabat Gubernur Heru Budi Hartono di tahun 2023,” ujarnya.
Moratorium PMD menjadi langkah krusial agar DPRD, baik yang sedang menjabat maupun yang baru, dapat fokus pada penyelidikan mendalam terhadap faktor-faktor penyebab kerugian ini. “DPRD perlu membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menyelidiki apakah kerugian ini disebabkan oleh risiko bisnis yang wajar atau oleh kebijakan Pemprov DKI Jakarta yang memberikan penugasan berlebih kepada Jakpro,” ucapnya.
Berita Terkait : DPR Kritik Pemerintah Terkait Kebal Hukum Kelola Rp 405,1 T Corona
Selain itu, lanjut dia, kemungkinan adanya perencanaan yang kurang matang dari BUMD itu sendiri harus ditelusuri. Aspek lain yang tak kalah penting adalah potensi adanya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam proses pemberian dan penggunaan PMD, yang juga harus diselidiki dengan seksama. “Alasan-alasan yang dikemukakan oleh pihak BUMD atau Pemprov, seperti kerugian usaha akibat biaya operasional dan penyusutan aset yang besar, tidak dapat diterima begitu saja. Kemungkinan kesalahan dalam perencanaan pengajuan PMD harus diteliti sebagai faktor utama,” tegas SGY.
SGY bilang, BUMD seharusnya telah memperhitungkan semua aspek tersebut dalam rencana bisnis mereka, termasuk potensi keuntungan dari pengelolaan aset, sehingga tetap mampu menghasilkan laba dan memberikan kontribusi berupa dividen kepada Pemprov DKI Jakarta. “Tanpa adanya klarifikasi dan tindakan korektif, pemberian PMD di masa depan berisiko semakin merugikan keuangan daerah dan menghambat pembangunan Jakarta. Bagaimanapun, PMD adalah uang rakyat yang berasal dari APBD, sehingga mengutamakan kepentingan rakyat melalui program-program pemerintah harus menjadi prioritas utama,” tandasnya. (DTR)