Tuntutan Kasus Proyek Tol MBZ, Jaksa Sebut Para Terdakwa Tak Nikmati Uang Hasil Korupsi

Terdakwa dugaan korupsi proyek Tol MBZ di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat untuk mendengarkan tuntutan jaksa Kejagung. (Foto: yud)
Kamis, 11 Juli 2024, 07:02 WIB
Jakarta City

LampuHijau.co.id - Jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung menuntut terdakwa mantan Direktur Utama PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek (JJC) Djoko Dwijono dengan pidana penjara selama 4 tahun terkait perkara dugaan korupsi pembangunan jalan tol Jakarta-Cikampek II alias Tol Sheikh Mohammed Bin Zayed (MBZ).

Jaksa juga menuntut pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan badan. Namun, jaksa tak mewajibkan Djoko juga para terdakwa lain untuk membayar uang pengganti. Hal ini karena mereka tak terbukti menikmati uang hasil dari korupsi proyek tol tersebut.

Dalam kasus ini jaksa meyakini, perbuatan Djoko bersama terdakwa lain telah terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH Pidana sebagaimana dakwaan primer.

Para terdakwa lain yang ikut terseret di kasus ini adalah ketua panitia lelang Tol MBZ Yudhi Mahyudin; tenaga ahli jembatan PT LAPI Ganesatama Consulting, Toni Budianto Sihite; dan mantan Direktur Operasional II PT Bukaka Teknik Utama Sofiah Balfas.

Jaksa mengungkapkan, ada persekongkolan para terdakwa termasuk dengan beberapa pihak lainnya dalam proyek tol layang ini. Menurut jaksa, Djoko dan Yudhi sama-sama meloloskan KSO Waskita-Acset dalam lelang jasa konstruksi. Meskipun KSO tidak memenuhi syarat tahap evaluasi administrasi maupun tahap evaluasi teknis.

Kemudian, Djoko dan Yudhi telah sengaja memenangkan lelang pekerjaan steel box girder pada merek perusahaan tertentu, yaitu PT Bukaka Teknik Utama.

Baca juga : Enam Syarat Harus Dipenuhi Jika Proyek Kawasan Segitiga Rebana Tak Mau Dinyatakan Haram

"Dengan cara mencantumkan kriteria struktur jembatan girder komposit Bukaka pada dokumen spesifikasi khusus," sebut jaksa membacakan analisa yuridis tuntutannya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu, 10 Juli 2024.

Lalu, Djoko dan Yudhi bersama-sama Tony dan Sofiah dan Dono Parwoto selaku kuasa KSO Waskita-Acset bersekongkol untuk mengubah spesifikasi khusus yang tidak sesuai dengan basic design atau desain awal. Juga menurunkan volume serta mutu steel box girder. Caranya, dengan tidak mencantumkan tinggi girder pada dokumen penawaran.

"Sehingga bentuk steel box girder berubah dari perencanaan awal basic design berbentuk V shape ukuran 2,8 meter x 2,05 meter bentangan 30 meter. Dan pada dokumen spesifikasi khusus berubah menjadi bentuk U shape ukuran 2,672 meter x 2 meter bentangan 60 meter," papar jaksa.

Sedangkan steel box girder yang terpasang dalam bentuk U shape ukuran 2,350 meter x 2 meter bentangan 60 meter.

Menurut jaksa, hal ini berdampak pada fungsi jalan Tol MBZ yang tidak memenuhi syarat keamanan dan kenyamanan untuk dilalui kendaraan golongan 3, 4, dan 5.

Persekongkolan lainnya, terkait persetujuan penurunan volume mutu beton yang tidak sesuai dengan rencana teknik akhir (RTA), seperti pada pier head, pilar, tiang bor beton, baja tulang.

Selanjutnya, dengan sengaja tidak membuat RTA pembangunan Tol MBZ, sehingga KSO Waskita-Acset tidak mengacu kepada RTA sebagaimana disyaratkan.

Baca juga : Kasus Pembunuhan Wanita Dibungkus Plastik, Tersangka Targetkan 2 Korban Lain

Karenanya, perbuatan masing-masing terdakwa, walaupun tidak memenuhi seluruh unsur delik, namun dengan kerja sama secara sadar telah menjadi peristiwa yang memenuhi unsur delik.

"Sehingga perbuatan terdakwa tersebut selesai dilakukan atau vooltoid sebagai6yanh didakwakan. Dengan demikian, maka unsur sebagai orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan dalam perkara ini telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum," jaksa menegaskan.

Sedangkan terkait kerugian keuangan negara sebesar Rp 510 miliar, tidak ada pihak yang dibebankan untuk membayar uang pengganti. Pasalnya, terdakwa Djoko dan terdakwa lainnya tidak terbukti menikmati atau memperoleh uang dari hasil korupsi di kasus ini.

Hal ini berdasar fakta yang telah terungkap selama persidangan. Meskipun perbuatan para terdakwa telah terbukti merugikan keuangan negara.

"Bahwa dalam perkara a quo tidak terdapat fakta hukum adanya harta benda yang diperoleh atau dinikmati oleh para terdakwa, termasuk terdakwa Djoko Dwijono. Sehingga dalam perkara a quo terhadap terdakwa Djoko Dwijono tidak dapat dibebankan uang pengganti," lanjut jaksa.

Adapun kerugian negara sebesar Rp 510.085.261.485 di perkara ini terdiri dari adanya tiga penyimpangan. Pertama, kekurangan volume pada pekerjaan struktur beton senilai Rp 347 miliar, kekurangan mutu slab beton senilai Rp 19,537 miliar, dan kekurangan volume steel box girder senilai Rp 142,749 miliar.

Sebelum menjatuhkan amar tuntutannya, jaksa mempertimbangkan hal yang memberatkan terhadap diri terdakwa. Hal yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Baca juga : Kasus Penipuan Cek Kosong, Penasehat Hukum GP Keberatan Terdakwa 2 Tidak Ditahan

"Hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan," sebut jaksa.

Sementara tuntutan pidana kepada terdakwa lain, tak jauh berbeda.  Jaksa menuntut Yudhi Mahyudin dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara.

Dan kepada dua terdakwa dari pihak swasta, yakni Tony Budianto Sihite dan Sofiah Balfas, masing-masing dituntut pidana penjara 5 tahun. Keduanya juga dikenakan pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Menanggapi tuntutan jaksa, penasihat hukum terdakwa Djoko Dwijono, Supriyadi Adi mengatakan bahwa isi surat tuntutan tak jauh berbeda dengan dakwaan.

"Kalau dari pasal yang didakwakan jaksa itu, (hukuman) 4 tahun paling minimal. Itu nanti kita analisa, kita simpulkan bahwa perbuatan-perbuatan itu sebenarnya masih ada pembenaran lah untuk kita," ucap Supriyadi ditemui usai persidangan.

Selain itu, ada peran pihak lain dalam perkara rasuah ini. Namun justru tidak diminta pertanggungjawaban hukumnya oleh jaksa. Salah satunya Dono Parwoto selaku Kuasa KSO Waskita-Acset, yang terbukti turut serta bersekongkol.

"Kalau memang mau fair, ya itu harus ditarik lah bersama-sama para terdakwa ini (empat terdakwa di persidangan). Karena waktu itu di persidangan juga, dia (Dono Parwoto) sendiri boleh dikatakan yang ngomong bahwa lelangnya itu hore-hore. Berarti kan sebenarnya dia sebagai pelaku di situ," ungkapnya. (Yud)

Index Berita
Tgl :
Silahkan pilih tanggal untuk melihat daftar berita per-tanggal