Ditahan Jaksa KPK Lagi, Gazalba Saleh Ngemis ke Hakim Minta Nggak Ditahan

Terdakwa kasus dugaan gratifikasi dan TPPU di MA Gazalba Saleh usai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin, 8 Juli 2024. (Foto: yud)
Selasa, 9 Juli 2024, 07:04 WIB
Jakarta City

LampuHijau.co.id - Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menahan terdakwa hakim agung nonaktif Gazalba Saleh berdasar surat perintah Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Gazalba pun sampai mengemis kepada hakim agar ia tak ditahan lagi.

Hakim memerintahkan jaksa KPK kembali menahan Gazalba dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin, 8 Juli 2024. Seharusnya, agenda sidang kemarin mulai memeriksa saksi. Namun karena jaksa belum memanggil para saksi, sehingga persidangannya ditunda.

Adapun sidang kali ini sebatas penetapan hakim terkait perpanjangan penahanan kembali Gazalba di rumah tahanan (Rutan) KPK. Surat itu ternyata telah ditandatangani Ketua PN Jakarta Pusat sejak 3 Juli 2024 lalu.

"Jadi, mulai hari ini Pak Gazalba Saleh melaksanakan penetapan ini lagi, perpanjangan (penahanan) ini lagi. Jadi, Saudara ditahan lagi ya, tolong dilaksanakan ya," ujar ketua majelis hakim Fahzal Hendri dalam persidangan.

Surat itu menyatakan, perpanjangan masa penahanan Gazalba Saleh selama 57 hari ke depan, mulai tanggal 8 Juli 2024. Penahanannya dilakukan di Rutan Kelas 1A Jakarta Timur Cabang KPK atau di Gedung Merah Putih KPK.

"Paling lama 57 hari karena kemarin sudah terpakai 3 hari, Pak," lanjut hakim.

Penasihat hukum terdakwa Gazalba, Aldres Napitupulu langsung menyatakan keberatannya. Lantas ia menyampaikan permohonan tertulis agar kliennya tidak ditahan.

"Mengingat terdakwa juga memiliki domisili dan pekerjaan yang jelas, dekat dengan pengadilan, dan pernyataan-pernyataan jaminan, Yang Mulia," ungkap Aldres.

Hakim Fahzal menjelaskan, masa penahanan kali ini merupakan perpanjangan dari Ketua PN Jakarta Pusat. Maka bukan lagi kewenangan majelis hakim yang menyidangkan perkaranya.

"Walaupun kami yang menyidangkan perkara ini, tapi masa penahanan dari majelis hakim sudah lewat ya, bisa paham kan?" respons hakim Fahzal.

"Paham, paham, Yang Mulia," timpal Aldres.

Baca juga : PT DKI Kabulkan Perlawanan KPK, Sidang Gazalba Saleh Dilanjutkan

Senada, Gazalba Saleh pun menyatakan hal serupa kepada majelis hakim. "Yang Mulia, mohon dipertimbangkan surat yang dari penasihat hukum saya," pintanya.

Namun begitu, hakim Fahzal keukeuh agar penahanan lebih dulu dilakukan. Sementara terkait surat permohonan pihak terdakwa agar tidak ditahan, Fahzal beralasan, perlu atau tidaknya hal tersebut harus dipertimbangkan lebih dulu.

"Begitu Pak, nanti ajukan dulu, nanti kami periksa ya," sebut hakim Fahzal.

Sementara jaksa KPK, Wawan Yunarwanto mengaku bahwa pihaknya belum menerima surat perpanjangan penahanan tersebut. Sehingga untuk penahanannya belum sempat dilakukan. Dia mengaku, hanya menerima surat penetapan hari sidang.

Kemudian tim penasihat hukum terdakwa Gazalba Saleh menyerahkan surat permohonan tersebut kepada majelis hakim. Hakim Fahzal menyatakan, menerima surat itu dan bakal dipertimbangkan.

Aldres juga meminta hakim memberi penetapan untuk membuka blokir terhadap sejumlah rekening bank atas nama kliennya. Termasuk rekening bank atas nama istri dan anak-anak Gazalba.

"Namun dalam daftar barang bukti maupun isinya tidak pernah disita sebagai barang bukti. Oleh karena itu, kami mohon ke majelis agar dibuka, mengingat terdakwa ada anak yang mau masuk perguruan tinggi, Yang Mulia. Kami sampaikan," ungkap Aldres.

Hakim langsung mengonfirmasi kepada jaksa KPK terkait pemblokiran tersebut. Apakah rekening-rekening dimaksud juga dinyatakan sebagai barang bukti yang turut disita sebelumnya.

Jaksa Wawan menyebut, pihaknya sebatas melakukan pemblokiran. Karenanya, sejumlah rekening tersebut memang tidak muncul di daftar barang bukti. Hakim merespons, belum dapat mengabulkan permohonan pembukaan blokir rekening itu.

"Iya, nanti kita ini lah dulu ya, soalnya itu udah termasuk materi pokok perkara. Saya kira paham lah, ya, Pak," imbuh hakim Fahzal.

Usai majelis hakim menjadwalkan persidangan pada pekan depan, lagi-lagi Gazalba meminta agar dirinya tidak ditahan. Ia berharap hakim kembali mempertimbangkan surat dari pengacaranya.

"Mohon supaya saya tidak ditahan sampai dipertimbangkan surat kami, Yang Mulia," pinta Gazalba lagi.

Baca juga : Soal Putusan Sela Gazalba Saleh, Ketua Komjak Minta KPK Surati Jaksa Agung

Namun begitu, hakim Fahzal kembali menegaskan bahwa perpanjangan penahanan harus lebih dulu dilaksanakan jaksa. Karena surat tersebut telah lebih dulu dikeluarkan Ketua PN Jakarta Pusat.

"Jadi, melaksanakan ini dulu (perpanjangan penahanan), kemudian kan ini permohonannya belum masuk, nanti kami pertimbangkan, begitu ya," hakim kembali menegaskan, yang hanya dibalas anggukan oleh Gazalba.

Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menerima nota keberatan atau eksepsi tim penasihat hukum terdakwa hakim agung nonaktif Gazalba Saleh. Menurut hakim, jaksa KPK tidak memiliki pendelegasian sebagai jaksa penuntut umum dari Jaksa Agung RI.

"Mengadili, mengabulkan nota keberatan dari tim penasehat hukum terdakwa Gazalba Saleh tersebut. Menyatakan, penuntutan dan surat dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima," beber ketua majelis hakim Fahzal Hendri di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin, 27 Mei 2024.

Kemudian, hakim juga memerintahkan agar terdakwa Gazalba Saleh dibebaskan dari tahanan segera, pasca putusan diucapkan.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim sependapat dengan tim hukum Gazalba yang menilai bahwa jaksa KPK tidak menerima pelimpahan kewenangan penuntutan terhadap terdakwa dari Jaksa Agung. Adapun ketentuan penuntutan ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI.

Dalam nota keberatannya, kubu Gazalba Saleh menuding jaksa KPK tidak berwenang menuntutnya dalam perkara dugaan gratifikasi dan TPPU.

Pengacara Gazalba, Aldres Napitupulu dalam eksepsinya menyebut, jaksa KPK tidak menerima pelimpahan kewenangan penuntutan dari Jaksa Agung sebagaimana ketentuan UU Kejaksaan RI.

Sementara dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa Gazalba atas penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) selama menjabat hakim agung. Penerimaan pertama sebesar 18 ribu dolar Singapura atau setara Rp 200 juta dari total Rp 650 juta bersama pengacara Ahmad Riyadh.

Uang itu untuk mengurus perkara di Mahkamah Agung (MA) yang membelit pengusaha asal Jombang terkait pengelolaan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) tanpa izin.

Penerimaan uang itu tidak dilaporkan kepada KPK selama 30 hari sebagaimana ditentukan undang-undang. Sehingga dinyatakan sebagai suap.

Karenanya, perbuatannya dianggap telah melanggar Pasal 12 B juncto Pasal 18 Udang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Baca juga : Dipanggil Dewas KPK, Firli Mangkir dan Minta Dijadwal Ulang

Selain itu, Gazalba juga dijerat dengan perkara dugaan TPPU sebagaimana dakwaan kedua jaksa KPK. Uang-uang yang didapat dari pengurusan perkara selama kurun waktu 2020 sampai 2022, yang selanjutnya digunakan untuk membeli aset dan ditukarkan dengan valas.

Bersama pihak lainnya, Gazalba menerima uang sejumlah Rp 37 miliar terkait penanganan perkara peninjauan kembali (PK) atas nama terpidana Jaffar Abdul Gaffar dengan nomor perkara 109 PK/PID.Sus/2020.

Selain menerima gratifikasi sebesar SGD 18 ribu (setara Rp 213.377.760, kurs Rp 11.854) sebagaimana dakwaan kesatu, jaksa juga mendakwa terdakwa Gazalba atas penerimaan lainnya yakni SGD 1.128.000 (setara Rp 13.371.672.960), 181.100 dolar AS (setara Rp 2.901.611.365 kurs Rp 16.022,15), serta Rp 9.429.600.000. sehingga uang gratifikasi yang diduga diterima Gazalba mencapai Rp 25.916.262.085.

Jika diakumulasikan dengan uang yang diterima bersama Neshawaty Arsjad sebesar Rp 37 miliar, maka totalnya sebesar Rp 62.916.262.085.

Kemudian uang-uang itu ia gunakan untuk pembelian kebutuhannya. Mulai dari mobil Toyota Alphard nomor polisi B 15 ABA warna hitam seharga Rp 1.079.600.000 yang diatasnamakan kakaknya.

Lalu, selama kurun waktu April 2020 sampai Juni 2021, Gazalba menukarkan uang asing dengan total SGD 583 ribu dan USD 10 ribu yang seluruhnya berjumlah Rp 6.334.332.000 di money changer.

Uangnya juga ia belikan sejumlah aset, seperti tanah di Tanjung Barat, Jakarta Selatan senilai Rp 3,7 miliar; tanah di Bogor senilai Rp 2,05 miliar; rumah di Citra Grand Cibubur, Bekasi senilai Rp 3.526.710.000; serta melakukan pembayaran pelunasan Kredit Pemilikan Rumah teman dekatnya di Sedayu City At Kelapa Gading, Jakarta senilai Rp 2,95 miliar.

Dan selama rentang waktu Agustus 2021 hingga Februari 2022, ia melakukan penukaran valas SGD 139 ribu dan 171.100 dolar AS menjadi mata uang rupiah yang totalnya sebesar Rp 3.963.779.000.

Karenanya, ia juga didakwa dengan dakwaan Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 ayat (1) KUH Pidana. (Yud)

Index Berita
Tgl :
Silahkan pilih tanggal untuk melihat daftar berita per-tanggal