LampuHijau.co.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan, nilai proyek pengadaan program Bantuan Sosial Presiden (Banpres) mencapai Rp 900-an miliar. Namun program bantuan ini justru menjadi bahan bancakan oleh sejumlah pihak.
"Untuk nilai kontraknya sendiri totalnya sekitar Rp 900 miliar untuk tiga tahap ya, sekitar segitu," ungkap Juru Bicara KPK Tessa Mahardika kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 3 Juli 2024 petang.
Namun, terkait jumlah paket Banpres yang diberikan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) itu belum dijelaskan lebih lanjut. Pasalnya, hingga kini proses penyidikannya masih berlangsung dan belum rampung.
Sebelumnya, Tessa telah membeberkan nilai kerugian negara dalam program penanggulangan dampak pandemi Covid-19 pada 2020 lalu itu sekitar Rp 250 miliar. "Untuk tahap 3, 5, dan 6," kata dia pada Jumat, 28 Juni 2024.
Tessa membeberkan, Banpres dibagikan dalam bentuk goodie bag berisi sejumlah kebutuhan bahan pokok (sembako) bagi masyarakat di Jabodetabek. Beberapa di antaranya seperti beras, minyak goreng, biskuit, dan lainnya. KPK sejauh ini telah melakukan pemeriksaan saksi serta penyitaan sejumlah aset. Tapi terkait asetnya apa saja dan lokasi penyitaan, belum dibeberkan ke publik.
"Tentunya perbuatan para tersangka untuk mengambil keuntungan dengan mengurangi kualitas bansos yang harusnya sampai ke masyarakat ini menciderai semangat pemerintah, semangat Bapak Presiden Joko Widodo dalam memberikan bantuan, terutama saat pandemi covid," sambung Tessa.
Berita Terkait : KPK Tetapkan 4 Tersangka Kasus Korupsi Pencaplokan PT JN, ASDP Siap Bekerja Sama
"KPK sangat memperhatikan tindakan yang dilakukan para tersangka, dan berkomitmen untuk menyelesaikan perkara ini hingga tuntas," tegas dia.
Saat ini, KPK memfokuskan penyidikannya terkait pengembalian aset yang diduga hasil korupsi dari para tersangka. Dalam kasus dugaan rasuah ini, lembaga antirasuah telah menetapkan tersangka. Satu di antaranya adalah Ivo Wongkaren, Direktur Utama (Dirut) PT Mitra Energi Persada (MEP) sekaligus Ketua Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada (PTP).
Perkara ini merupakan pengembangan dari kasus rasuah sebelumnya, yaitu pendistribusian bantuan sosial beras (BSB) untuk Keluarga Penerima Manfaat pada Program Keluarga Harapan (KPM-PKH) Kemensos tahun 2020-2021. Persidangan perkara yang juga ditangani KPK ini, telah berlangsung hingga putusan.
Tessa mengatakan, penyidikan kasus pengadaan Banpres 2020 ini nyaris bersamaan dengan penyidikan perkara pendistribusian BSB untuk KPM-PKH. Dia juga membantah penyidikan kasus baru ini dari fakta persidangan di kasus BSB untuk KPM-PKH.
"Sebenarnya tidak (bukan dari fakta sidang). Karena pada saat perjalanan penyidikan perkara yang sudah putus itu, simultan juga penyelidikan perkara ini (Banpres 2020) dimulai, berjalan," jelasnya pada 25 Juni 2024.
Namun ia membenarkan bahwa perkara ini kembali menyeret nama Ivo Wongkaren sebagai langkah KPK dalam upaya mengembalikan potensi kerugian negara.
Berita Terkait : KPK Tetapkan 4 Tersangka Kasus Korupsi di PT ASDP
"Tapi itu betul bahwa saat ini penyidik sedang berupaya untuk melakukan asset recovery di perkara ini," ungkapnya.
Berdasar surat dakwaan perkara korupsi pendistribusian BSB untuk KPM-PKH, Ivo Wongkaren bersama rekannya, Roni Ramdani menjadi salah satu vendor pelaksana Banpres 2020. Mereka memakai PT Anomali Lumbung Artha (ALA), yang saat itu menyewa gudang PT Bhanda Ghara Reksa (BGR) di Kelapa Gading, Jakarta Utara untuk pengepakan bansos.
Dalam perkara rasuah bansos untuk KPM-PKH, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat memvonis Ivo Wongkaren selaku Ketua Tim Penasihat dengan pidana penjara selama 8 tahun dan pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider 12 bulan kurungan badan.
Hakim juga mewajibkan terdakwa Ivo Wongkaren membayar uang pengganti senilai Rp 62.591.907.120 subsider 5 tahun penjara.
Uang pengganti yang dibebankan pada Ivo adalah sebagian dari total kerugian keuangan negara sebesar Rp 127.144.055.620. sisanya, dibebankan kepada terdakwa lain yang turut menikmati uang hasil korupsi.
Terdakwa lainnya yaitu Roni Ramdani selaku Tim Penasihat sekaligus General Manager PT PTP. Dia divonis pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan serta denda sebesar Rp 1 miliar subsider 12 bulan kurungan. Besaran uang pengganti yang harus dibayarkan sejumlah Rp 28.150.700.000 subsider 3 tahun.
Berita Terkait : Bareskrim Usut Kasus Korupsi Proyek PG Djatiroto PTPN XI, Nilai Kontrak Rp 871 M
Kemudian terdakwa Richard Cahyanto, dipidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 12 bulan kurungan. Adapun uang penggantinya sebesar Rp 32.168.200.000 subsider 3 tahun penjara.
Nilai itu kemudian dikurangi dengan pengembalian sejumlah Rp 2,4 miliar ke rekening penampungan KPK. Sehingga yang belum dikembalikan adalah Rp 29.768.200.000.
Sementara para terdakwa dari pihak PT BGR, hanya Kuncoro Wibowo selaku Dirut dan Budi Susanto selaku Direktur Komersil yang tidak dikenakan pidana uang pengganti.
Kuncoro divonis penjara selama 6 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 12 bulan, sementara terdakwa Budi Susanto dipidana penjara 6 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 12 bulan kurungan.
Sedangkan Vice President Operation and Support PT BGR April Churniawan dipidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 12 bulan. Jumlah uang pengganti yang harus dibayarkan sebesar Rp 1.275.000.000 subsider 2 tahun penjara. (Yud)