LampuHijau.co.id - Komisaris Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pengembangan perkara terkait pengadaan pengadaan Liquified Natural Gas (LNG) di PT Pertamina.
Dua orang tersangka telah ditetapkan dalam kasus ini. Mereka merupakan mantan pejabat di Pertamina.
Juru Bicara KPK Tessa Mahardika menerangkan, kasus ini merupakan pengembangan dari kasus pengadaan LNG atau gas alam cair yang menyeret mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Karen Agustiawan sebagai terdakwa.
"Bahwa terkait dengan pengembangan tersebut, KPK telah menetapkan dua tersangka penyelenggara negara dengan inisial HK dan YA," ungkap Tessa Mahardika kepada para wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 2 Juli 2024.
Sayangnya, Tessa belum membeberkan peran kedua tersangka dalam kasus ini. Ia beralasan, penyidikan masih berjalan, dan pihaknya bakal memeriksa sejumlah saksi.
Dalam kesempatan itu, Tessa turut menyampaikan apresiasi kepada PT Pertamina, yang telah membantu jalannya proses penyidikan dengan memastikan saksi-saksi yang dipanggil hadir sesuai jadwal pemeriksaan.
Dia memastikan, penyidik akan senantiasa menjalankan proses penyidikan sesuai dengan prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku.
Dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka pun ternyata terlibat dalam pengadaan LNG yang merugikan keuangan negara sebesar 113.839.186 dolar Amerika Serikat (AS) di kasus Karen.
Selain itu, lembaga antirasuah juga tengah memelototi empat pengadaan LNG lainnya di perusahaan pelat merah tersebut.
KPK menduga ada indikasi tindak pidana korupsi dalam pengadaan itu. Adapun dua tersangka dari pengembang kasus ini sempat di singgung dalam surat dakwaan dan tuntutan jaksa KPK dalam perkara yang menjerat Karen Agustiawan. Bahkan dalam putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Adapun terdakwa Karen Agustiawan telah divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat atas pengadaan LNG di PT Pertamina yang dibeli dari Corpus Christi Liquifaction.
Dia dihukum dengan pidana penjara selama 9 tahun dan denda sebesar Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan badan. Namun, hakim tak menjatuhkan pidana uang pengganti atas uang yang diterimanya.
Kerugian keuangan negara dari perkara ini dibebankan kepada Corpus Christi Liquifaction, anak usaha Cheniere Energy, Inc.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan, perkara dugaan korupsi pembelian LNG PT Pertamina kepada PT CCL, perbuatan Karen selaku Dirut Pertamina telah nyata menyalahi sejumlah ketentuan.
Menurut hakim, Karen tidak membuat pedoman pengadaan yang mengatur bagaimana tahap-tahapan dan tata cara pengadaan persyaratan teknis dan juga administrasi, menyalahi metode evaluasi pengadaan yang mengacu pada peraturan Menteri BUMN Nomor: /005 MBU 2008 tentang pedoman umum pelaksanaan pengadaan barang dan jasa BUMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 Ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2005 tentang pendirian, pengurusan, pengawasan, dan pembubaran BUMN.
"Yang mengatur semua direksi BUMN harus menetapkan tata cara pengadaan dan jasa bagi BUMN yang bersangkutan berdasarkan pedoman umum yang ditetapkan oleh menteri," ucap hakim dalam pertimbangannya.
Kemudian, perbuatan Karen bersama jajaran direksi Pertamina yang lain, yaitu Direktur Gas (2012-2024) Hari Karyuliarto saksi Senior Vice President (SVP) Gas dan Power (2013-2015) Yeni Andayani secara berjenjang bertentangan dengan enam peraturan.
Baca juga : Dua Personil Satresnarkoba Raih Penghargaan Tingkat Polres Subang
Keenam aturan itu adalah a. UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN; b. pedoman pengadaan barang dan jasa PT Pertamina (Persero) Nomor: A.001/11020/2010 SO; c. RJPP PT Pertamina (Persero) Tahun 2012-2016 tanggal 7 November 2012; d. UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; e. Anggaran Dasar PT Pertamina tanggal 10 Agustus Tahun 2012; f. Surat Keputusan Nomor: KPTS 52/C0000/20011-SO tanggal 27 September Tahun 2011 tentang Pemberlakuan Sistem Tata Kerja Enterprise Risk Management Investasi Proyek.
Maka berdasarkan pertimbangan hukum yang diuraikan di atas, majelis hakim berpendapat, perbuatan terdakwa Karen bersama-sama direksi lainnya dalam melakukan pengadaan LNG telah menyimpang dan bertentangan dengan ketentuan maupun peraturan hukum pada huruf a sampai dengan huruf f. Sehingga dalam proses pengadaan LNG tersebut dilakukan dengan melawan hukum.
"Menimbang bahwa dengan rangkaian pertimbangan tersebut di atas, maka unsur melawan hukum telah terpenuhi," lanjut hakim.
Namun begitu, hakim menyebutkan, tidak ada fakta hukum aliran uang kepada terdakwa Karen maupun orang lain. Pertimbangan ini berdasar keterangan saksi, alat bukti surat, dan juga barang bukti, dengan diperkuat keterangan ahli maupun keterangan terdakwa di persidangan.
"Tetapi aliran uang yang terjadi adalah harga pembelian LNG kepada CCL, anak perusahaan Cheniere Energy sejumlah 113.839.186,60 dolar AS. Sehingga hal ini berakibat memperkaya Corpus Christi Liquifaction, anak perusahaan Cheniere Energy," beber hakim.
Sedangkan aliran uang yang diterima Karen melalui dua rekening Bank Mandiri atas namanya, yakni nomor rekening 1280095004781 sebesar Rp 1.091.280.281,81 dan nomor rekening 1030006215541 sebesar 104.016,65 dolar AS adalah sembilan bulan gaji Karen sebagai pegawai Blackstone dengan jabatan senior advisor Private Equity Blackstone. Pajak penghasilannya itu pun telah dibayarkan Thamarind Energy Management.
Menurut hakim, uang penghasilan itu sah karena diterima terdakwa Karen sejak bulan November 2014, setelah ia mengundurkan diri sebagai Dirut Pertamina pada 1 Oktober 2015. Karenanya, terhadap Karen tidak dikenakan kewajiban membayar uang pengganti.
"Dengan demikian menurut majelis hakim, dalam perkara ini terdakwa tidak diperkaya dan juga tidak diuntungkan dari hasil pengadaan LNG CCL dan juga tidak memperkaya orang lain. Tetapi memperkaya suatu korporasi, dalam hal ini Corpus Christi, anak perusahaan Blackstone," hakim memaparkan.
Selanjutnya, majelis juga mempertimbangkan pledoi penasihat hukum terdakwa, yang menyebut adanya indikasi perbuatan juga dilakukan jajaran direksi lainnya secara berjenjang. Sehingga harus juga diminta pertanggungjawabannya secara hukum.
Baca juga : Kerugian Negara Kasus Korupsi Banpres Rp 250 Miliar untuk Tiga Tahap
"Sedangkan terkait kewenangan mengusut pejabat lain secara berjenjang di PT Pertamina, yang terindikasi terlibat selain terdakwa berkaitan dengan proses pelaksanaan pengadaan LNG menjadi dominus litis penyidik pada KPK," ungkap hakim.
Hakim menilai, berdasar keterangan saksi, alat bukti, barang bukti, keterangan ahli, dan keterangan terdakwa, didapati adanya kerugian negara sebesar 113.839.186,60 dolar AS. Uang ini justru mengalir kepada korporasi Corpus Christi Liquifaction dari adanya pengadaan LNG yang menyimpang ketentuan.
Menurut hakim, seharusnya tidak dilakukan pencairan oleh Pertamina karena pengadaan LNG tersebut menyimpang dari ketentuan. Maka CCL yang ditunjuk langsung sebagai penyedia, tidak berhak mendapat keuntungan dari pengadaan LNG tersebut.
Sehingga, lanjut hakim, kerugian negara tersebut menjadi terbebani dan menjadi tanggung jawab korporasi Corpus Christi Liquifaction, anak perusahaan Cheniere Energy, Inc.
"Yang harus mengembalikan kepada negara sebagai keuntungan yang didapat Corpus Christi Liquifaction 113.839.186,60 dolar AS tidak total, karena riil barangnya ada dan dikirim sebanyak 11 kargo," kaya hakim lagi.
"Menimbang berdasarkan rangkaian fakta hukum tersebut di atas bahwa kerugian keuangan negara sebagai akibat kontrak SPA (sales and purchase agreement) LNG menjadi beban dan tanggung jawab korporasi Corpus Christi Liquifaction, anak perusahaan Cheniere Energy sejumlah 113.839.186,60 dolar AS," sambungnya.
Hakim menyatakan, dengan demikian, dalam pertimbangan semua unsur dari dakwaan alternatif pertama, yaitu melanggar Pasal 2 Ayat 1 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 Ayat 1 KUH Pidana telah terpenuhi.
"Maka terdakwa Galalia Karen Kardinah alias Karen Agustiawan haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama," ujar hakim. (Yud)