Putusan MK soal Usia Capres-Cawapres Merusak Tatanan Bernegara

Sidang Mahkamah Konstitusi. (Foto: net)
Jumat, 3 Nopember 2023, 07:49 WIB
Jakarta City

LampuHijau.co.id - Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai, kehidupan demokrasi berada di ujung tanduk usai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang batas minimal usia capres-cawapres.

"Demokrasi tentu terganggu, lahirnya politik dinasti, suburnya nepotisme," kata Dedi Kurnia di Jakarta, Kamis (2/11/2023) kemarin.

Menurutnya, putusan MK itu membuka jalan bagi tumbuh suburnya nepotisme. Lebih parah lagi, MK dinilai telah merusak tatanan bernegara.

"Soal imbas putusan itu yang membuka potensi nepotisme, itu hanya bagian kecil, bagian besarnya adalah MK telah merusak tatanan yudikatif. Kerusakan ini bukan soal politik, tetapi tatanan negara ikut keropos," ungkapnya.

Baca juga : Putusan MK Hanya Untuk Kepala Daerah Tingkat Gubernur

Atas dasar itu, Dedi berpandangan, Ketua MK Anwar Usman layak dicopot dari jabatannya dan diproses hukum.

Dedi mendasarkan pandangannya pada beberapa argumen yang menunjukkan pelanggaran krusial dalam putusan MK tersebut. Pertama, hakim yang miliki relasi langsung dengan materi gugatan, seharusnya tidak ikut dalam merumuskan putusan. Kedua, MK tidak miliki wewenang mengubah, menambah maupun mengurangi naskah UU. MK hanya bisa membatalkan UU dan mengembalikan keputusan hukum ke DPR RI.

"Sehingga MK layak disebut merusak konstitusi, bahkan hakim yang ikut mengubah UU layak disebut kriminal," tegasnya.

Sementara Peneliti Politik dan Kebijakan Danis TS Wahidin mengatakan, masyarakat bisa mengambil sikap dengan memberikan sanksi elektoral terhadap kandidat yang bermasalah dan merusak.

Baca juga : Bakal Disodori Putusan MK Batas Usia Capres-Cawapres, PPP Minta PKPU Diubah

“Kesalahan politik harus diluruskan dengan kebenaran politik. Masyarakatlah sekarang harapan satu-satunya hukuman elektoral dengan tidak memilih kandidat yang bermasalah,” ujar Danis.

Putusan MK disebutnya sarat kepentingan, memuluskan nepotisme keluarga Presiden Joko Widodo. “Ada cacat hukum dalam pengambilan keputusan MK. Hakim-hakim membawa MK jauh ke ruang-ruang politik. Padahal MK dan DPR serta lembaga kepresidenan sejajar, tidak boleh saling intervensi,” tambah Danis.

Majunya Gibran menjadi cawapres juga dinilai berdampak negatif terhadap politik di anak muda. “Hari ini kita sedang menghadapi era bonus demografi. Anak muda harus mulai dipercaya dan diberikan peluang mengisi jabatan-jabatan strategis, agar bonus demografi tidak berubah menjadi beban demografi," jelas Danis.

“Tetapi dengan jalan dan aturan yang benar, dengan prestasi bukan prestise, dengan demokratis bukan dengan oligarkis. Anak muda harus dipahamkan tentang pentingnya nilai-nilai religiusitas, nasionalisme dan kenegarawanan,” tambah Danis yang juga Dosen Ilmu Politik di UPN Veteran Jakarta ini.

Baca juga : Dua Pasangan Capres-Cawapres Daftar ke KPU, Habiburokhman: Tak Terasa Getarannya

Meski saat ini jalan Gibran terlihat mulus, namun berkerikil di perjalanan ke depan. Muncul sentimen negatif di masyarakat dan ini mempengaruhi elektabilitas pasangan Prabowo- Gibran.

"Pengaruh elektabilitas Gibran terhadap Prabowo tidak terlalu signifikan, Pak Prabowo sudah memiliki elektabilitas bawaan sekitar 30-40 persen, Gibran hanya sekitar 2-10 persen,“ pungkas Danis. (Asp)

Index Berita
Tgl :
Silahkan pilih tanggal untuk melihat daftar berita per-tanggal