LampuHijau.co.id - Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan terdakwa Irwan Hermawan sebagai justice collaborator (JC) alias saksi pelaku dalam perkara dugaan korupsi Base Transceiver Station (BTS) 4G. Karenanya, jaksa menuntut Komisaris Utama (Komut) PT Solitech Media Synergy itu dengan hukuman yang lebih ringan dari terdakwa lainnya.
Adapun Irwan mengajukan diri sebagai JC kepada JPU pada sidang sebelumnya. Dalam surat tersebut, ia bersedia memberi keterangan yang sejelas-jelasnya soal kasus hukum dalam penyediaan menara BTS 4G pada Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo). Lalu, ia juga memohon agar mendapat jaminan dan perlindungan hukum atas akibat dari keterangannya yang akan membuka banyak pihak.
"Yang sudah tentu akan merasa tidak senang akan keterangan yang akan disampaikan," lanjut jaksa membacakan surat permohonan pengajuan JC Irwan dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (30/10/2023).
Irwan pun menyatakan, keterangannya bermanfaat bagi penyidik dan JPU dalam membuat terang atau membuktikan kasus korupsi BTS 4G di BAKTI, dan membuka adanya pelaku atau perbuatan pidana lain yang berkaitan. Irwan juga merasa dikucilkan dari rekan-rekannya, bahkan mendapat ancaman dari berbagai pihak yang merasa dirugikan akibat keterangannya di berita acara pemeriksaan (BAP).
Menurut jaksa, berdasar fakta-fakta yang terungkap di persidangan, dalam memberikan keterangan sebagai saksi maupun sebagai terdakwa, Irwan mengakui kejahatan yang dilakukannya dan telah memberikan keterangan di muka persidangan beserta bukti-bukti yang sangat signifikan.
"Yang mengingatkan pelaku-pelaku lainnya yang memiliki peran lebih besar, sehingga penuntut umum dapat mengungkap tindak pidana perkara a quo secara efektif dan mengungkap pelaku lainnya yang memiliki peran lebih besar," ungkap jaksa.
Baca juga : Fokus Pendidikan Wartawan, Hendry: PWI Tunda UKW Sebulan untuk Perbaikan
Jaksa menambahkan, atas keterangan Irwan Hermawan, baik sebagai saksi yang juga terdakwa, telah mengungkap adanya aliran uang hasil tindak pidana korupsi tersebut kepada sejumlah pihak. Yakni Edward Hutahaean sebesar Rp 15 miliar untuk penyelesaian penanganan penyelidikan oleh Kejagung; Sadikin Rusli sebesar Rp 40 miliar sebagai penyelesaian pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK); Dito Ariotedjo sebesar Rp 27 miliar sebagai penyelesaian penanganan perkara oleh Kejagung; Nistra sebesar Rp 70 miliar yang diperuntukan sebagai pengamanan oleh Komisi I DPR RI.
"Bahwa keterangan-keterangan tersebut baru terungkap oleh terdakwa Irwan Hermawan secara jelas sejak penyidikan,dan dipertegas dalam tahap pemeriksaan di persidangan. Dan hal tersebut juga dikuatkan dengan hadirnya saksi-saksi a de charge yang meringankan terdakwa, yakni saksi-saksi yang mengetahui dan mengantarkan langsung uang-uang tersebut kepada pihak-pihak penerima yang telah disebutkan di atas," lanjut jaksa.
Jaksa juga mengungkapkan, berdasar fakta persidangan, Irwan mendapat uang sekitar Rp 243 miliar. Uang dikumpulkan Irwan melalui orang kepercayaannya, Windi Purnama. Uang itu disebut sebagai commitment fee, bagi hasil, setoran perusahaan subkontraktor yang mendapat pekerjaan dalam proyek BTS 4G.
Awalnya, Windi menerima Rp 37 miliar dari Dirut PT Sansaine Exindo Jemy Sutjiawan di kantor perusahaan Irwan, di Jalan Terusan Hang Lekir, Jakarta Selatan. Dana itu disebut berasal dari pekerjaan pada Paket 1 dan 2 proyek BTS, di mana PT Sansaine Exindo menjadi subkontraktor dari konsorsium pemenang kedua paket itu, yakni PT Aplikanusa Lintasarta, Huawei Tech Investment, dan PT Surya Energi Indotama (SEI).
Lalu pada akhir 2021 dan pertengahan 2022, Windi menerima Rp 27,5 miliar yang berasal dari Direktur PT Waradana Yusa Abadi Steven Sutisna, subkontraktor Paket 4 dan 5 proyek BTS. Pada 2021 sampai dengan 2022, bertempat di kantor Irwan Hermawan di Jalan Terusan Hang Lekir, Windi Purnama menerima uang dari Alfi Asman dan Arya Damar selaku direksi PT Lintasarta, penyedia Paket 3 melalui stafnya bernama Edward Simon sebesar Rp 7 miliar.
Kemudian, ada juga setoran uang dari Direktur PT Sarana Global Indonesia (SGI) Bayu Erriano Affia sebesar Rp 29 miliar. Rinciannya, Rp 3 miliar diserahkan kepada Irwan di kantor SGI di Kota Kasablanka, sisanya diserahkan pada Windi melalui transfer. Uang itu disebut seolah-olah sebagai pekerjaan pengawasan SGI atas proyek Paket 3. Berikutnya, Windi dan Irwan juga menerima Rp 23 miliar dari PT JIG Nusantara Persada.
Baca juga : Sidang Ditunda, Majelis Hakim Tetapkan Pembantaran Lukas Enembe
Lalu, Windi juga menerima uang Rp 60 miliar di Praja Dalam dari M. Yusrizki Muliawan atas pekerjaan pengadaan power system di Paket 1 hingga Paket 5. Selain itu, Windi kembali menerima uang Rp 57 miliar dari Jemy Sutjiawan dan dari PT SGI.
Menurut jaksa, dari total Rp 243 miliar yang diterima Irwan, telah didistribusikan sekitar Rp 236 miliar. Selain kepada pihak-pihak yang telah disebutkan, pihak lainnya yakni mantan Menkominfo Johnny Gerard Plate Rp 10 miliar untuk biaya operasional Kominfo; Rp 1,5 miliar dengan rincian, untuk sumbangan dari Menteri Johnny Plate kepada Yayasan Pendidikan Arnoldus di Kupang sebesar Rp 500 juta, dan sumbangan dari Plate pada Keuskupan Kupang sebesar Rp 1 miliar.
Lalu, Rp 4 miliar melalui Tenaga Ahli Menkominfo, Walbertus Natalius Wisang untuk Johnny Plate. Sebesar Rp 1,8 miliar untuk membayar tagihan perjalanan dinas dan biaya hotel BAKTI Kemenkominfo, yakni ke Paris Rp 453.600.000, ke London Rp 167.600.000, ke Amerika Serikat Rp 404.608.000. Berikutnya, sumbangan dari Plate kepada Gereja Injili Masehi di Timor (GMIT) di Kupang sebesar Rp 250 juta. Juga kepada Dirut BAKTI Anang Achmad Latif Rp 3 miliar, Tim Pokja BTS Rp 500 juta, Kepala Divisi Lastmile/Backhaul BAKTI Feriandi Mirza Rp 300 juta, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BAKTI Elvano Hatorangan Rp 2,4 miliar, Sekretaris Anang Latif bernama Jennifer Rp 100 juta, Windu Aji Susanto dan Setyo Rp 66 miliar.
"Sehingga terdakwa mendapatkan uang dari hasil tindak pidana korupsi lebih besar Rp 7 miliar. Dan penuntut umum berpendapat bahwa terdakwa Irwan Hermawan haruslah dijatuhi hukuman uang pengganti," imbuh jaksa.
Dan dalam amar tuntutannya, jaksa meminta majelis hakim agar menyatakan terdakwa Irwan Hermawan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan turut serta melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Jaksa juga meminta hakim untuk menetapkan Irwan sebagai saksi pelaku atau JC dalam perkara korupsi BTS 4G. "Menjatuhkan pidana pokok terhadap terdakwa Irwan Hermawan dengan pidana penjara selama 6 tahun dikurangkan selama terdakwa berada dalam tahanan dan membayar denda sebesar Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan," tutur jaksa.
Lalu, terdakwa Irwan juga wajib membayar uang pengganti sebesar Rp 7 miliar. Dengan ketentuan, bila ia tidak membayar uang pengganti paling lama satu bulan setelah peradilan telah berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita jaksa dan dilelang uang membayar uang pengganti.
"Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda lagi yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama 3 tahun," kata jaksa.
Sebelumnya, jaksa juga membacakan hal yang memberatkan dan meringankan atas diri Irwan. Hal memberatkan, yakni perbuatannya tidak mendukung program pemerintah dalam rangka menyelenggarakan negara yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN); perbuatan terdakwa bersama-sama dengan terdakwa lain telah mengakibatkan kerugian keuangan negara yang besar, yaitu Rp 8,03 triliun.
Sedangkan hal meringankan, Irwan belum pernah dihukum; bersikap sopan selama persidangan; telah beriktikad baik, yaitu telah mengembalikan uang dengan total Rp 9,3 miliar ke kas negara melalui Kejaksaan Agung RI; terdakwa telah bertindak sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau JC, sehingga telah memberikan manfaat signifikan terhadap kasus yang ditangani.
Dalam kasus BTS ini, Irwan disebut bersama-sama dengan terdakwa lain, yakni Anang Achmad Latif, Galumbang Menak, Johnny Gerard Plate, Yohan Suryanto, Mukti Ali, Windi Purnama, dan M. Yusrizki Muliawan mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 8.032.084.133.795,51 (Rp 8,03 triliun). (Yud)