LampuHijau.co.id - Ellius Enembe berusaha menerobos masuk ke ruang sidang. Adik terdakwa Lukas Enembe ini hendak menyampaikan sesuatu kepada majelis hakim. Ia meminta agar hakim segera menjatuhkan vonisnya, meski Lukas tak hadir di ruang sidang karena sakit.
"Jangan masuk, Pak," cegah Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh, saat melihat anggota keluarga terdakwa berusaha masuk ke area persidangan, Senin (9/10/2023).
"Soalnya (Lukas) sudah tidak ada harapan (hidup)," ungkap pria yang tak lain adik Lukas, Ellius Enembe.
Lalu, penasihat hukum Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona menghampiri Ellius. Dalam komunikasi keduanya, pihak keluarga tetap meminta agar Majelis Hakim tetap membacakan putusan, kendati Lukas Enembe sedang sakit. Pasalnya, pihak keluarga tak ingin berlarut-larut mengikuti proses persidangan.
Baca juga : Dukung Pariwisata dan UMKM, Bank DKI Hadirkan Solusi Pembayaran Digital
Permintaan pihak keluarga ini lantas disampaikan Petrus kepada Majelis Hakim. "Memang ada permintaan dari keluarga supaya bisa dibacakan putusan hari ini. Sebelumnya, kami sudah sampaikan bahwa menurut Undang-Undang sesuai Pasal 196 KUHAP, pembacaan putusan harus dihadiri oleh terdakwa," kata Petrus kepada Hakim.
Dikatakannya juga, dengan alasan kemanusiaan, pihak keluarga menghendaki agar sidang Lukas cepat berakhir.
"Kondisinya memang sekarang sesuai pemeriksaan hasil lab, benturan di sebelah kanan kepala menimbulkan pendarahan otak sebelah kiri, hasil dokter memang memerlukan observasi. Kedua, bahwa beliau dirawat secara khusus di unit RSPAD memang secara kemanusiaan keluarga menghendaki ada akhir dari proses ini," ungkapnya.
Hakim Rianto pun lantas merespons bahwa Majelis hakim mengerti. Tapi, pihaknya harus patuh pada aturan persidangan. Karenanya, ia meminta pihak keluarga agar tetap bersabar.
Baca juga : Dikunjungi KPUD Subang, Maman: Kita Hadirkan Politik Hijau ala PDI Perjuangan
"Hakim memahami isi hati dari keluarga terdakwa. Namun demikian, sesuai hukum acara persidangan, sedapat mungkin pembacaan putusan harus dihadiri terdakwa yang bersangkutan. Situasi seperti kan kita tidak bisa diprediksi, seperti kesehatan terdakwa kan nggak bisa kita prediksi," ujar Hakim Rianto.
Hakim menambahkan, hari ini Majelis Hakim telah siap membacakan putusan untuk Lukas Enembe. "Hakim sebenarnya sudah siap membacakan putusan hari ini, apabila terdakwa sudah suap mengikuti persidangan, mendengar putusan majelis. Oleh karena situasi terdakwa dalam keadaan sakit, maka majelis hakim tidak bisa untuk membacakan putusan hari ini. Mohon bersabar," pintanya seraya menenangkan pihak keluarga terdakwa.
Diketahui, terdakwa dugaan penerimaan suap dan gratifikasi itu tengah dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD(Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, karena pendarahan otak. Kondisinya ini lantaran ia terjatuh di kamar mandi rumah tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (6/10/2023).
Selama persidangan sebelumnya, Lukas Enembe beberapa kali mengamuk, baik mengumpat jaksa, mengeluarkan kata-kata kotor, menggebrak meja, hingga melempar microphone. Akibatnya, Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh memberinya peringatan juga nasihat. Hal ini juga menjadi bahan pertimbangan jaksa KPK dalam menyusun amar tuntutannya.
Baca juga : Begal Sepeda Marak di Masa Pandemi, 6 Tersangka Ditangkap
"Hal yang memberatkan, perbuatan Terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan korupsi; Terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan; Terdakwa bersikap tidak sopan. Sementara yang meringankan, Terdakwa belum pernah dihukum; dan Terdakwa punya tanggungan keluarga," papar jaksa KPK Wawan Yunarwanto, Rabu (13/9/2023).
Dalam tuntutannya, jaksa menyatakan, terdakwa Lukas Enembe besalah melakukan tindak pidana korupsi, sehingga menuntutnya dengan pidana penjara 10 tahun dan 6 bulan, dan pidana denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan.
Selain itu, jaksa juga meminta Majelis Hakim untuk menjatuhkan pidana tambahan terhadap Lukas berupa uang pengganti Rp 47.833.485.350. Denda itu harus dibayarkan selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
"Jika tidak dibayar, maka harta bendanya disita Jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal Terdakwa tidak punya harta benda yang mencukupi untuk membayar uang penganti, maka dipidana penjara selama tiga tahun," tutup jaksa Wawan dalam amar tuntutannya. (Yud)