LampuHijau.co.id - Dewan Rayak Dayak (DRD) meminta kepada Menteri Perhubungan (Menhub)RI Budi Karya Sumadi, untuk menindak tegas dermaga atau jetty ilegal di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
Sebelumnya, DRD Wilayah Kalimantan Timur melayangkan surat laporannya Kepada Kemenhub RI dengan nomor surat: 099/ DRD/DPW/Kaltim/ IX /2023. Di mana isi surat tersebut agar mengevaluasi Kepala KUPP Kelas II Tanjung Redeb Berau.
Menurut Ketua DRD Kalimantan Timur Siswansyah, surat tersebut juga diberikan tembusan kepada Presiden RI, Joko Widodo.
Berita Terkait : Bangun 52 Dahsat, DKBP3A Kabupaten Serang Klaim Ampuh Tangani Stunting
"Karena ada kerugian negara dalam praktik jetty ilegal itu. Saya juga sampaikan surat kepada KPK, BPK, Kejaksaan RI, dan Mabes Polri. Jadi, Pemerintah Pusat harus turun langsung ke lokasi memeriksa praktek jeti ilegal yang di duga dilakukan oleh PT IMR," ujar Siswansyah di Jakarta pada, Jumat (5/19/2023).
DRD Kalimantan Timur sebagai lembaga kearifan lokal, merasa perlu membuat laporan dikarenakan adanya kerugian negara. "Di mana Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diterima dari tarif pelabuhan kapal jetty tidak masuk kedalam kas negara," kata Siswansyah.
"Kami dari DRD meminta pemerintah pusat menindak tegas atas dugaan adanya pembiaran jeti ilegal terkait pelabuhan yang ada di kabupaten Berau. Tepatnya ada empat titik di wilayah Labanan, kemudian ada tiga titik masuk kecamatan Teluk Bayur, dan satu titik di Kecamatan Sambaliung yaitu kampung Gurimbang," tambahnya.
Dalam suratnya kepada Kemenhub RI, ada 16 poin yang disampaikan terkait dengan praktik dermaga tambat tongkang barang tambang. Di mana ada sekitar 99 titik lokasi yang dijadikan sebagai dermaga yang dimiliki oleh Perusahaan Perkebunan dan Perusahaan Tambang, yang telah beroperasi 2 tahun terakhir sebagai fasilitas untuk bongkar muat barang.
Berita Terkait : Marak Tambang Batu Bara Ilegal di Berau, DRD Minta Presiden Jokowi Bertindak Tegas
"PT IMR yang diduga belum memiliki IUP (Izin Usaha Pertambangan), diduga pula mengangkut hasil tambang milik PT Berau Coal yang berdiri di atas tanah milik dengan sertifikat atas nama PT WRR dengan Sertifikat Hak Milik Nomor 00473 dan 00474 BPN Kabupaten Berau belum adanya peralihan hak atas tanah ke pengelola Pelabuhan," tudingnya.
DRD masih menemukan aktivitas kegiatan tambat kapal dan bongkar muat barang di luar kegiatan di pelabuhan dan sampai saat ini masih terus berjalan. "Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) yang diklaim oleh PT IMR, sebelumnya telah diajukan PT WRR berdasarakan surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh KUPP Kelas II Tanjung Redep Kabupaten Berau Nomor: PP.008/021/20/UPP.Trb-18 Tanggal 28 Desember 2018 yang ditujukan ke Direktur Jenderal Perhubungan Laut pada Kementerian Perhubungan Republik Indonesia," jelasnya.
Menurut DRD, pelabuhan atau dermaga itu diduga kuat belum memiliki Izin Usaha Pelabuhan sebagaimana amanat dari Peraturan perundang-undangan terkait pelabuhan antara lain, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2015.
Kemudian, Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Perhubungan. Peraturan Menteri Perhubungan No. PM. 51 Tahun 2011 tentang Terminal Khusus dan TUKS sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 73 Tahun 2014 Nomor PM. 20 Tahun 2017. Juga Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor Pm 17 Tahun 2023 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan.
Berita Terkait : Jaman Dani Ramdan Kabupaten Bekasi Predikat WDP Audit BPK, PDI Perjuangan: Ini Preseden Buruk
"Dari 40 pelabuhan yang aktif di otoritas KUPP Kelas II Tanjung Redep, Kabupaten Berau di antaranya 36 pelabuhan yang masih aktif dan 4 Pelabuhan yang tidak aktif untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) wajib memiliki izin," lanjutnya.
Berdasarkan Pasal 297 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, apabila kegiatan tambat kapal dan bongkar muat barang di luar kegiatan di pelabuhan, Tersus, TUKS, tidak memiliki izin, dikenakan Pidana Penjara selama 2 tahun dan denda sebesar Rp 300 juta rupiah. (yud)