LampuHijau.co.id - Sejak awal pekan ini, Pemprov DKI Jakarta menerapkan hybrid working. Penggabungan sistem kerja dari kantor atau work from office (WFO) dengan kerja dari rumah atau work from home (WFH). Di mana mulai 21 Agustus sampai 21 Oktober, 50 persen Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemprov DKI Jakarta WFO dan sisanya WFH.
Kebijakan ini dalam rangka mendukung pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-43, sekaligus sebagai upaya menurunkan tingkat pencemaran udara di Jakarta.
Berita Terkait : Sinergitas Konkret, Kejati Tangani 147 SKK dari Pemprov dan BUMD
Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta Etty Agustijani, menjamin tugas kedinasan dan pelayanan tetap berjalan. Dia menyebut, pihaknya belum menerima laporan mengenai kendala pelayanan dari masyarakat selama penerapan WFH. Ini menunjukkan respons positif sebagai awal dari implementasi langkah penerapan sistem kerja WFH-WFO.
Pernyataan tersebut menjadi sorotan pengamat perkotaan Sugiyanto. Pria yang akrab disapa SGY ini bilang, jika pemerintah pusat dan daerah, khususnya Pemprov DKI Jakarta mengklaim roda pemerintahan tetap bisa berjalan normal meski menerapkan WFH, itu artinya jumlah ASN berlebih.
Berita Terkait : Erick Thohir Didesak Turun Tangan Atasi Kisruh di Asprov PSSI DKI Jakarta
Karena itu, menurut Ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (Katar) ini, ketimbang menerapkan WFH lebih baik pemerintah mengefisiensi ASN. Mengurangi jumlah pegawai negeri.
“JIka kebijakan pengurangan ASN 50 persen dijalankan, maka akan ada dua keuntungan. Pertama, efisiensi APBN dan APBD. Dan dana hasil dari efisiensi ini bisa digunakan untuk kepentingan umum dalam rangka mensejahterakan rakyat,” kata SGY, Sabtu (26/8).
Berita Terkait : Pj. Gubernur Heru Bina Purnabakti ASN Tetap Mengabdi untuk Jakarta
Keuntungan kedua, lanjut dia, pengurangan ASN tersebut dapat membantu mengatasi polusi udara dan mengurai kemacetan. “Dana hasil efisiensi dari kebijakan pengurangan ASN ini juga bisa digunakan untuk mendorong masyarakat beralih menggunakan kendaraan listrik,” ujarnya.
SGY meminta atensi Presiden Jokowi, Ketua DPR Puan Maharani, dan khususnya perhatian Pejabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, serta Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi. (DTR)