LampuHijau.co.id - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan kembali menetapkan dua orang tersangka dalam perkara dugaan korupsi penambangan pasir laut di Kabupaten Takalar periode 2020. Kedua tersangka yakni mantan Direktur PT Alefu Karya Mandiri Sadimin Yitno Sutarjo (SY), dan mantan Direktur Utama (Dirut) PT Banteng Laut Indonesia Akbar Nugraha (AN).
"Bahwa SY dan AN ditetapkan sebagai tersangka, setelah Penyidik mendapatkan minimal dua alat bukti sah sebagaimana yang diatur dalam pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulawesi Selatan Soetarmi melalui keterangan tertulis, Kamis (20/7/2023) malam.
Selanjutnya, tersangka Sadimin dan Akbar ditahan selama 20 (dua puluh) ke depan, terhitung sejak 20 Juli 2023 sampai dengan 08 Agustus 2023 di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 1 Makassar.
Baca juga : Dirut Waskita Karya Jadi Tersangka Korupsi
Sadimin dan Akbar terbukti terlibat bersama tiga mantan pejabat Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Takalar, yang sudah lebih dulu ditetapkan tersangka. Ketiganya yakni mantan Kepala BPKAD Takalar Gazali Mahmud (GM), mantan Kepala Bidang (Kabid) Pendapatan Dinas Keuangan Takalar Juharman (JH), dan mantan Kabid Pajak dan Retribusi Daerah BPKAD Takalar Hasbullah (HB).
"Sebagai orang yang turut serta atau bersama-sama dengan terdakwa GM, JH, dan HB yang telah terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka," imbuh Kasi Penkum.
Adapun kegiatan penambangan pasir laut itu di wilayah perairan daerah Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar, pada Februari 2020-Oktober 2020. Pengerukan pasir dilakukan PT Boskalis International Indonesia dalam wilayah konsesi milik PT Alefu Karya Makmur dan PT Banteng Laut Indonesia. Pasir tersebut digunakan untuk mereklamasi pantai di Kota Makassar pada proyek pembangunan Makassar New Port Phase 1B dan 1C.
Baca juga : Bikin Resah, Polsek Pakuhaji Tangkap ABG yang Mau Tawuran
Tersangka Sadimin dan Akbar mendapat harga atas pasir laut yang dikeruknya di bawah harga pasar. Padahal, dalam peraturannya sudah ditetapkan nilai harga pasir laut sebesar Rp 10 ribu per meter kubik. Harga murah itu rupanya atas kongkalikong Sadiman dan Akbar dengan Kepala BPKD Kabupaten Takalar, yang saat itu dijabat terdakwa Gazali Mahmud.
"Seolah-olah meminta agar dilakukan penurunan atau pemberian keringanan nilai pajak pasir laut. Namun isi dari surat tersebut ternyata meminta agar dilakukan penurunan nilai pasar pasir laut sebesar Rp 7.500 per meter kubik," jelas Soetarmi lagi.
Disebutkan, penurunan harga pasir laut dalam satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang diterbitkan Terdakwa Gazali Mahmud, tak terlepas dari peran dan kerja sama sebelumnya. Diketahui, sebelumnya kerja sama serupa dilkukan oleh mantan Kabid Pajak dan Retribusi Daerah Kabupaten Takalar tahun 2020, yakni Terdakwa Juharman kepada PT Alefu Karya Makmur, dan Terdakwa Hasbullah kepada PT Banteng Laut Indonesia. Akibatnya, Pemerintah Daerah Kabupaten Takalar mengalami kerugian dengan nilai total sebesar Rp 7.061.343.713.
Baca juga : Golkar Sepakat Bersama-sama Jaga Kondusifitas Kabupaten Subang
Dan kepada tersangka disangkakan Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Subsider Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (Yud)