LampuHijau.co.id - Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Rudiantara hadir sebagai saksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat/Tipikor, Kamis (6/4/2023). Kesaksiannya sebagai regulator dalam kasus dugaan korupsi pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) kepada Kementerian Pertahanan (Kemenhan), untuk terdakwa eks Dirjen Kekuatan Pertahanan Kemenhan Laksamanan Muda (Purn) Agus Purwoto; Komisaris Utama PT Dini Nusa Kusuma (DNK) Arifin Wiguna; Direktur Utama PT DKN Surya Cipta Witoelar; dan Senior Advisor PT DNK, Thomas Anthony Van Der Heyden.
Dalam sidang lanjutan pemeriksaan saksi, Rudiantara menyatakan soal perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar segera menyelamatkan slot orbit 123 BT, karena mengalami kekosongan setelah satelit Garuda 1 keluar dari orbit tersebut. Pernyataan Presiden itu ada di dalam ratas (rapat terbatas) yang dihadirinya.
"Tadi saya sudah sampaikan, dalam ratas itu tidak spesifik ke mana, ke mana, ke mana, itu bahwa slot 123 (BT) agar diambil dan dikelola oleh Indonesia. Jadi, secara implisit bergantung kepada proses. Kan pengampu (yang bertanggung jawab) UU Telekomunikasi (adalah) Menteri Kominfo, jadi Menteri Kominfo yang melakukan proses, mau dikasih ke mana, ke mana, ke mana," ujar Rudiantara, ditemui usai persidangan.
Baca juga : Kasus Korupsi Satelit Kemhan, Rudiantara Bakal Jadi Saksi Kamis Depan
Saat ditanya bahwa pengelolaan slot orbit itu atas arahan Presiden ke Menteri Kominfo, yang saat itu dijabatnya, Rudiantara mengakuinya. "Kalau saya terjemahkan secara implisit begitu, karena kan tidak secara eksplisit mengatakan kepada A, B, C begitu kan," imbuhnya, yang saat ini menjabat sebagai Komisaris PT Indosat Ooredoo, Tbk.
Dia juga menjelaskan soal dasar kepercayaan pihaknya memercayakan pengelolaan slot orbit 123 BT ke Kementerian Pertahanan (Kemenhan). "Sudah saya sampaikan (di sidang). Ini ada perusahaan-perusahaan gitu ya, yang belum berpengalaman beroperasi. Sama, Kemenhan juga belum mengoperasikan. Tapi lebih percaya kepada siapa saya sebagai Menteri. Saya percaya kepada pemerintah, yang notabene saya bagian dari pemerintah, atau orang lain, itu saja. Itu satu. Kedua juga, justifikasinya kan Kementerian Pertahanan, tadi juga sudah saya sampaikan, mengirimkan surat berminat yang (secara) eksplisit (mengelola slot orbit 123 BT) di 2014," tandasnya kepada wartawan.
Baca juga : Klarifikasi Pengurus Apartemen Taman Rasuna, Tak Benar Ada Penyalahgunaan Wewenang
Sementara Tito Hananta, kuasa hukum Agus Purwoto membenarkan soal adanya permintaan (pengelolaan orbit 123 BT) dari Kemenhan. "Tetapi yang jelas, di dalam rapat kabinet tanggal 4 Desember 2015, terdapat perintah Presiden, arahan Presiden, selamatkan slot orbit 123 BT. Artinya, ada perintah Presiden (Jokowi)," tegasnya.
Kemudian, sambungnya, di rapat kabinet 4 Desember juga dituliskan ada nama kliennya, Bapak Agus Purwoto sebagai pimpinan delegasi Indonesia untuk datang ke rapat di London, Inggris. "Artinya, kedatangan Bapak Agus ini adalah melaksanakan perintah atasan. Melaksanakan perintah presiden, melaksanakan Menteri Pertahanan (Wiranto) yang memberikan perintah pada saat itu. Artinya, Pak Agus bertindak sesuai perintah, dan tidak menerima apapun. Karena itu, kami akan mohon nanti, kepada Majelis Hakim untuk membebaskan Bapak Agus Purwoto dari segala dakwaan," ujarnya.
Diketahui, keempat terdakwa diduga telah mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp453.094.059.540,68 dalam kasus dugaan korupsi pengadaan satelit slot orbit 123 derajat BT karena melakukan kontrak sewa satelit Artemis Avanti di Kemenhan RI. Hal ini berdasar laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara atas perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat BT pada Kementerian Pertahanan tahun 2012-2021 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: PE.03.03/SR-607/D5/02/2022 tanggal 12 Agustus 2022.
Baca juga : Soal Dugaan Gratifikasi Wamenkumham, Pakar: Presiden Harus Turun Tangan
Terdakwa Agus Purwoto disebut jaksa diminta oleh terdakwa lainnya: Thomas Anthony, Arifin Wiguna, dan Surya Cipta Witoelar untuk menandatangani kontrak sewa Satelit Floater yaitu Satelit Artemis, antara Kemenhan dengan Avanti Communication Limited, meskipun Sewa Satelit Floater yaitu Satelit Artemis tidak diperlukan.
Atas tindakannya, empat terdakwa dalam kasus ini dinilai telah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (Yud)