LampuHijau.co.id - Menjelang akhir tahun, pemerintah mulai mengantisipasi lonjakan harga pangan. Secara historis, harga-harga bahan pangan akan naik jelang akhir tahun, baik karena tingginya permintaan maupun berkurangnya stok.
Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mengungkapkan, salah satu penyumbang terbesar inflasi adalah beras. Ia memprediksi, harganya akan naik sampai dengan awal tahun 2023. Menurutnya, hal ini wajar secara historis, dan tidak akan terlalu mendorong naiknya inflasi pangan.
“Harga naik, pasti karena memang siklusnya seperti itu, harga beras naik saat panceklik, siklus yang umum saja. Wajar saja. Berdasarkan data terakhir, sampai akhir Desember masih ada stok 1,8 juta,” kata Andreas, Senin (28/11/2022).
Untuk itulah, inflasi dari sektor pangan mestinya masih bisa terjaga. Apalagi, berdasarkan data Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, terdapat stok 1,8 juta ton beras yang tersedia di penggilingan di seluruh Indonesia.
Baca juga : Golkar Ingin Koalisi Menuju 2024 Solid, Pengamat: Pemerintahan akan Stabil
Sementara Perum Bulog Perum Bulog menyampaikan stok beras saat ini hanya tersedia di level 594 ribu ton. Padahal Pemerintah menargetkan cadangan beras Bulog minimal 1,2 juta ton. Untuk itu, Bulog meminta untuk bisa melakukan impor beras.
"Kalau dipaksakan impor, katakan masih ada negosiasi, baru masuk 2-3 bulan lagi. Ketika panen raya, beras impor datang,” kata Andreas yang mengkritisi rencana Bulog tersebut.
Pasalnya, sudah tiga tahun ini Indonesia dinilainya berhasil swasembada beras. Petani pun merasakan harga yang baik untuk mereka. “Petani sedang menikmati harga yang bagus untuk padi, gabah kering panen, biar menikmati yang bagus ini,” jelas Andreas.
Untuk itu, ia meminta pemerintah mengkaji ulang penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) agar lebih dinikmati petani kecil. “Perbaiki pola penyaluran KUR, karena paling penting bagaimana dia bisa diakses petani kerja, bukan middle men, petani dengan penggilingan padi atau UMKM. Petani yang on farm yang bisa menikmati KUR kurang dari 1%,” tandas Andreas.
Baca juga : Hadapi Tekanan Ekonomi Global, Ekonom: Pemerintah Harus Jaga Perekonomian Domestik
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat Rakortas TPIP-TPID, melakukan penyaluran KUR senilai Rp3,1 miliar secara simbolis kepada 10 debitur KUR di wilayah Pontianak guna mendukung ketahanan pangan. Pemerintah, lanjut Airlangga, juga berupaya untuk mengatasi potensi kenaikan harga jelang akhir tahun. Beberapa di antaranya dengan memperkuat koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), penggunaan dana daerah, dan memperkuat kerja sama antar daerah (KAD).
“Pemerintah meminta agar pemerintah daerah menggunakan dana daerah, terutama untuk mendukung logistik, tadi ada beberapa daerah yang belum menggunakan dana tersebut. TPIP akan membuat surat, agar ini bisa dimanfaatkan dan kemudian beberapa hal yang menjadi catatan bahwa ke depan, inflasi ini perlu ditangani secara lebih baik agar pertumbuhan ekonomi kita bisa berkualitas. Itu bisa dicapai kalau inflasinya bisa ditekan,” ungkap Ketum Golkar itu, beberapa waktu lalu.
Hal senada diungkapkan Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti. Kata dia, pemerintah patut menjaga stok komoditas pangan dan memperkuat serapan pangan lokal jelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Natal 2022 dan Tahun Baru 2023.
"Inflasi itu kuncinya, biar harga tidak naik terus, pertama, availability (ketersediaan) dari pangan. Kalau stok pangan terjaga, maka demand (permintaan) meningkat, suplai tidak terbatas, artinya cukup, itu tidak akan menaikkan harga. Maka yang harus dilakukan pemerintah ya, jaga stok pangan," terangnya, Senin (28/11/2022).
Baca juga : Berduka atas Gempa Cianjur, Puan: Korban Luka Harus Cepat Ditangani!
Menurutnya, selain siklus tahunan yakni inflasi mengalami kenaikan pada bulan-bulan tertentu seperti Natal, Tahun Baru, dan Lebaran, inflasi ke depan juga masih dihantui kondisi global yang masih tidak pasti.
"Tetapi spesial untuk tahun depan itu, inflasi cenderung tinggi karena dampak pandemi belum selesai. Mobilitas relatif belum balik 100 persen. Ditambah konflik Rusia-Ukraina. Itu distribusi komoditas pangan dan energi terhambat," ungkapnya.
Oleh karena itu, Esther menyarankan agar pemerintah juga berfokus untuk mengurangi ketergantungan pada komoditas pangan impor. "Kedua, biar harga tidak naik ya, tidak bergantung pada komoditas impor. Kita berusaha untuk memenuhi kebutuhan kita sendiri dengan bahan-bahan lokal," pungkasnya. (Asp)