LampuHijau.co.id - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta terus memperjuangkan dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap penghuni lahan Pancoran Buntu 2, Pancoran, Jakarta Selatan. Bukan terkait kepemilikan lahan, tetapi sejumlah masalah sosial imbas pemulihan aset milik Pertamina tersebut.
Hal tersebut disampaikan Perwakilan LBH Jakarta, Jihan Fauziah, dalam diskusi publik bertajuk 'Penggusuran atau Penataan Pancoran Buntu' di Aula Pamentas Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan pada Kamis (3/11/2022).
Dalam diskusi itu, Jihan menceritakan tentang perjuangan LBH Jakarta dalam membela penghuni yang bertahan di lahan negara tersebut. Mulai dari aksi unjuk rasa hingga melaporkan Pemprov DKI Jakarta dan Pertamina kepada Komnas HAM, Komnas Perempuan, serta Ombudsman Republik Indonesia karena dinilai arogan ketika melakukan pemulihan aset Pertamina. Terlebih ketika penghuni lahan Pancoran Buntu 2 terlibat bentrok dengan Ormas dan pihak Kepolisian pada Rabu (17/3/2021).
"Awalnya kami lapor ke Ombudsman DKI Jakarta, tetapi dialihkan ke Ombudsman RI. April 2022, kami memenuhi panggilan Ombudsman, ketika itu panjang lebar kami sampaikan dugaan pelanggaran yang terjadi, tetapi pihak Ombudsman justru kembali mempertanyakan soal legitimasi (lahan)," ungkap Jihan.
Baca juga : Puan Harap Anggota BPK Terpilih Perkuat Pencegahan Kerugian Keuangan Negara
Atas hal tersebut, pihaknya mengaku kecewa dengan Ombudsman, karena laporannya tidak diproses. "Kami kecewa, kami semua walkout," imbuhnya.
Terlepas dari pelanggaran HAM yang terjadi, Jihan mengakui adanya sejumlah dokumen kepemilikan atas lahan Pancoran Buntu 2 yang dimiliki Pertamina. Namun, dirinya bersikukuh warga berhak atas tanah seluas 4,4 hektar itu karena telah menempati dan tinggal di lahan sejak puluhan tahun lalu.
"Dalam pemulihan aset harus dilihat aspek sosial, bukan hanya hukum. Warga yang menempati lahan sudah puluhan tahun tinggal, Pertamina yang kini mengaku sebagai pemilik (lahan) ke mana saja?" ungkapnya.
Terkait hal tersebut, Akademisi Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta, Dr. Beniharmoni Harefa memaparkan tentang Res Judicata Pro Veritate Habetur, yakni setiap putusan hakim harus dianggap benar dan harus dipatuhi.
Baca juga : Wah...Keributan Sidang Aset Pertamina di Pancoran Buntu Disebut Aksi Bayaran?
Seperti diketahui, lahan Pancoran Buntu 2 sempat digugat mulai dari tingkat pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tingkat banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Namun, berdasarkan putusan Nomor: 585/PK/PDT/1992 dan Nomor: 586/PK/PDT/1992 yang diputus pada tahun 1996, Mahkamah Agung menyatakan PT Pertamina merupakan satu-satunya pemilik yang sah atas bidang tanah di Pancoran Buntu II.
"Judicium semper pro veritate accipitur, yaitu putusan selalu diterima sebagai suatu kebenaran. Sententia facit jus, et res judicata pro veritate accipitur, sebuah putusan membentuk suatu hak, dan apa yang telah diadili dianggap mengikuti kebenaran," ungkap Dr. Beniharmoni Harefa.
"Karena sudah berkekuatan hukum tetap, semua pihak wajib mematuhi keputusan," paparnya.
Walau begitu, Dr. Beniharmoni Harefa mengimbau kepada pihak Pertamina dan Pemprov DKI Jakarta, untuk melakukan pemulihan aset secara humanis. Di antaranya memberikan uang pindah kepada warga yang menguasai lahan saat ini.
Baca juga : Menjaga Hutan, Melestarikan Budaya
"Terpenting adalah sosialisasi terkait pemulihan aset dan edukasi hukum," tandasnya. (RBN)