LampuHijau.co.id - Tak ada keraguan bagi Deolipa Yumara pada pelaku premanisme, yang mengakibatkan Michele menjadi korban. Justru pengacara viral ini, akan membuka keterlibatan para pihak yang bersekutu dengan si pelaku.
Sebagai kuasa hukum Michele, Deolipa Yumara begitu geram dengan kebuasan pelaku pada korbannya. Terlebih, terjadi di rumah ibadah umat Budha.
"Jangan merasa kebal hukum atau berlindung dengan penegak hukum. Saya sikat sampai ke akar-akarnya," tegas Deolipa Yumara, saat ditemui di Vihara Tien En Tang, Perum Green Garden, Jakarta Barat, Jumat (30/9/2022).
Bagi Deolipa, setelah mempelajari penjelasan korban, dirinya sudah 'membaca' skenario para pelaku kekerasan. Termasuk keterkaitan dengan para pihak. Aksi yang dilakukan pelaku, dianggap Deolipa sebagai pola lama. Sehingga mudah terbaca oleh siapapun.
Karena itu, Deolipa bersikap tidak menoleransi pihak manapun yang melindungi pelaku. Terlebih, sudah masuk perbuatan pidana.
Berita Terkait : Deolipa Yumara akan Terus Kawal Pengurus Vihara Tien En Tang untuk Melawan Premanisme di Rumah Ibadah Umat Budha
Sementara Dharmapala Nusantara, selaku organisasi massa Buddhis yang bergerak di bidang advokasi dan mediasi keumatan, yang telah terdaftar di Direktorat Agama Buddha Kementerian Agama Republik Indonesia, menyayangkan terjadinya dugaan kekerasan dan perampasan aset di Vihara Tien En Tang Green Garden, Jakarta Barat.
Ketua Umum Dharmapala Nusantara Kevin Wu mengatakan, kejadian ini dibagi menjadi beberapa bagian. Yang pertama, kasus sengketa lahan antara pihak yang mengaku sebagai ahli waris atas nama Lily dengan pengurus Yayasan Metta Karuna Maitreya.
"Yang diduga terjadi praktik mafia pertanahan, sehingga terjadinya sertifikat ganda. Mengingat, Vihara Tien En Tang adalah rumah ibadah umat Buddha yang telah beroperasi sejak tahun 2002 dan memiliki izin dari Kementrian Agama RI dan diresmikan pada tanggal 05 Juli 2002 oleh Direktur Urusan Agama Buddha Bp. Cornelis Wowor MA," kata dia dalam keterangannya, Jumat (30/9/2022).
Yang kedua, lanjut Kevin, pada tanggal 22 September 2022 sekitar jam 15.45 WIB, terjadi tindakan kekerasan dan penganiayaan, serta mengusir pengurus yayasan secara paksa yang dilakukan oleh Lily bersama dengan kuasa hukumnya, Ir. Sukowati S. Pakpahan, S.H. dan beberapa orang yang berprilaku seperti preman. Tindakan kekerasan dan penganiayaan tersebut dilakukan kepada Sdr. Michelle Metasari K (Pengurus Yayasan) yang bertugas, dan beberapa umat lainnya yang berada dalam Vihara dipaksa keluar tanpa menggunakan sandal dan tidak dapat membawa tas serta barang-barang berharga milik pribadi maupun barang milik yayasan.
Berita Terkait : Deolipa Yumara Siap Cabut Laporan Jika Feni Rose Minta Maaf Langsung
Ketiga, setelah pengurus yayasan dan umat ditarik dan didorong keluar secara paksa, maka sekelompok orang tersebut langsung menduduki dan mengambil Gedung Yayasan dan mengunci dengan gembok, serta memasang spanduk besar dengan tulisan "Tanah dan bangunan dalam pengawasan Kantor Hukum Ir. Sukowati S. Pakpahan".
"Di dalam gedung berisi aset-aset Vihara, uang ratusan juta milik umat, serta mobil dan motor dirampas oleh pelaku kekerasan," jelas Kevin.
Atas kejadian ini, Dharmapala Nusantara menyayangkan perlakukan semacam ini, terlebih kepada pihak yang menggunakan cara-cara kekerasan tanpa mematuhi aturan hukum yang berlaku. Pihaknya mendesak Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pasma Royce dan jajarannya bertindak tegas menegakkan hukum yang berlaku di wilayahnya, dengan mengembalikan situasi sebelum Vihara diduduki dengan cara kekerasan ala premanisme tersebut sampai adanya putusan hukum yang tetap dari pengadilan.
"Hal ini juga sangat mendesak dilakukan karena di dalam gedung berisi aset-aset Vihara, uang ratusan juta milik umat serta mobil dan motor," jelas Kevin.
Selain itu, lanjut Kevin, mendesak Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pasma Royce dan jajarannya menindaklanjuti laporan dugaan kekerasan fisik yang dialami oleh Sdri Michelle Metasari K dengan nomor laporan: STTLP/888/B/IX/2022/POLRES METRO JAKARTA BARAT/POLDA METRO JAYA, sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku sehingga dapat dibuktikan di Pengadilan.
Baca Juga : Saksi Ungkap Surat Keterangan Budi Said Bukan Surat Resmi PT Antam
Seperti diketahui, Michele menjadi korban premanisme, oleh sekelompok orang diduga berperawakan Indonesia timur. Para pelaku mewakili ahli waris, mengusir para pengurus dari Vihara Tien En Tang, yang berada dalam perumahan elit Green Garden, Jakarta Barat.
Akibat cara pengusiran dengan kekerasan, membuat tangan dan kaki Michele biru lebam. Setelah dirinya diseret paksa keluar, terkena benturan benda tumpul.
Begitu juga beberapa barang didalam rumah belum diambil pengurus. Baik mobil operasional yayasan Vihara Metta Karuna Maitreya yang masih di garasi maupun uang sumbangan jamaah dalam brankas lebih dari ratusan juta rupiah. Dan berbagai barang keperluan kerja yayasan.
Peristiwa ini terjadi di vihara kalangan minoritas, karena mempermasalahkan lahan hibah yang diberikan Amih Widjaya untuk ibadah umat Budha. Namun setelah Amih Widjaya meninggal, salah satu anaknya bernama Lily memperebutkan harta orangtuanya itu.
Menurut pihak yayasan, almarhum menghibahkan tanah seluas 300 meter pada yayasan. Dan pengurus mendirikan bangunan tiga lantai di atas tanah tersebut, dari sumbangan uang para jamaah Budha. (Adt)