LampuHijau.co.id - Pakar Pangan dari Universitas Brawijaya Malang, Sujarwo menilai program swasembada pangan yang digencarkan Presiden Prabowo Subianto pada empat tahun mendatang sangat realistis dan juga sangat tepat dalam menekan angka kemiskinan di sektor pertanian. Hal ini dikarenakan sektor pertanian memiliki potensi besar yang perlu terus dioptimalkan sistem produksi dan hilirisasi sehingga berimplikasi pada penguatan fundamental ekonomi nasional.
Bagi Sujarwo, swasembada merupakan instrumen dari kebijakan yang sangat strategis untuk menjaga pangan Indonesia agar lebih kuat di sepanjang waktu, dari tahun ke tahun. “Dengan kata lain, program swasembada pangan bagi bangsa Indonesia merupakan instrumen kebijakan yang sangat strategis dan tidak hanya berfungsi untuk menjaga akses pangan di sepanjang waktu, tetapi juga berimplikasi pada penguatan kinerja program penurunan angka kemiskinan di masyarakat,” ujar Sujarwo, Jumat (29/11/2024).
Baca juga : DAHANA Serahkan Bantuan Kaki Palsu untuk Penyandang Disabilitas
Sebagai gambaran, kata Sujarwo sektor pertanian di Indonesia sepenuhnya ditopang oleh produksi di wilayah pedesaan khususnya di Pulau Jawa yang lebih dari 51,75 persen merupakan produksi padi nasional (BPS, 2023). Di sisi lain, perdesaan juga memiliki rumah tangga miskin yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kemiskinan di wilayah perkotaan.
Dengan data tersebut, kemiskinan perdesaan di tahun 2016 mencapai 17,67 juta jiwa, kemudian menurun menjadi 14,16 pada tahun 2023. Sedangkan wilayah perkotaan pada tahun 2016 terdapat 10,34 juta penduduk miskin, menjadi 11,74 juta jiwa pada tahun 2023.
Baca juga : Jaksa KPK Sebut Capaian SYL di Kementan Bukan Prestasi, tapi Memang Tugas Menteri
“Penurunan ini sejalan dengan kebijakan pembangunan desa yang fokus pada pembangunan pertanian dan berdampak langsung pada penurunan kemiskinan di perdesaan,” katanya. Sujarwo menambahkan optimalisasi kebijakan dan stabilitas pangan nasional diharapkan membawa dampak peningkatan profitabilitas produksi pangan di pedesaan dengan tetap memperhatikan keterjangkauan harga pangan di masyarakat.
“Uraian di atas memberikan gambaran betapa aspek produksi dan akses pangan menjadi dua hal yang sensitif dan sangat terkait di Indonesia. Dalam kondisi ini, kebijakan pemerintah terkait pangan, khususnya beras, mempunyai peran yang sangat berat, yaitu di sisi ketersediaan (produksi) diharapkan dapat menghasilkan produksi padi yang tinggi untuk memenuhi permintaan pasar,” jelasnya. (SEP)