Pemerintah Bolehkan Korban Perkosaan Lakukan Aborsi, Ini Aturannya

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Subang dr Maxi, S.H, M.H.Kes di Kabupaten Subang, Jawa Barat, pada Jumat (09/08/2024). FOTO: MANGUN WIJAYA/LAMPU HIJAU
Jumat, 9 Agustus 2024, 20:23 WIB
Daerah Plus

LampuHijau.co.id - Pemerintah membolehkan korban perkosaan yang hamil melakukan aborsi. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan UU RI Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Subang dr Maxi, S.H, M.H.Kes mengatakan aborsi adalah upaya untuk mengeluarkan hasil konsepsi dari dalam rahim sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.

Pada Pasal 116 PP Nomor 28 Tahun 2024, bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana.

"Aborsi diperbolehkan atas indikasi darurat medis, korban tindak pidana perkosaan dan korban tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan," ucapnya di Kabupaten Subang, Jumat (9/8/2024).

Untuk aborsi, tambah Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Subang ini dilakukan pada fasilitas kesehatan yang memenuhi sumber daya kesehatan. Hal ini sesuai dengan Pasal 119 ayat 1 dan 2 PP Nomor 28 Tahun 2024.

Pada ayat 1 berbunyi: Pelayanan aborsi yang diperbolehkan hanya dapat dilakukan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat lanjut yang memenuhi Sumber Daya Kesehatan sesuai standar yang ditetapkan oleh Menteri.

Baca juga : Pencegahan Perkawinan Anak Butuh Peran Semua Pihak

"Ayat 2 berbunyi: Pelayanan aborsi hanya dapat dilakukan oleh Tenaga Medis dan dibantu oleh Tenaga Kesehatan sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya," ucapnya.

Dokter yang melakukan aborsi harus yang mempunyai kompetensi dan kewenangan. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 120 ayat 1, 2 dan 3 PP Nomor 28 Tahun 2024.

Pada ayat 1 berbunyi: Pelayanan aborsi diberikan oleh tim pertimbangan dan dokter yang memiliki kompetensi dan kewenangan.

Sementara itu, ayat 2, Tim pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan pertimbangan dan keputusan dalam melakukan pelayanan aborsi karena adanya kehamilan yang memiliki indikasi kedaruratan medis dan/atau kehamilan akibat tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain.

"Ayat 3 berbunyi: Dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas melakukan pelayanan aborsi karena adanya kehamilan yang memiliki indikasi kedaruratan medis dan/atau kehamilan akibat tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain," ujarnya.

Untuk tindakan aborsi, tambahnya, hanya boleh dilakukan atas persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan dan atau suami. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 122 ayat 1, 2 dan 3 PP Nomor 28 Tahun 2024.

Baca juga : Peringati HAN, Polresta Cirebon dan KPAID Gelar Lomba Tari, Ini Daftar Pemenangnya

Ayat 1 berbunyi: Pelayanan aborsi hanya dapat dilakukan atas persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan dan dengan persetujuan suami, kecuali korban tindak pidana perkosaan.

"Ayat 2 berbunyi: Pengecualian persetujuan suami sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku terhadap korban tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan," ujarnya.

Untuk ayat 3 bunyinya: Dalam hal pelaksanaan pelayanan aborsi dilakukan pada orang yang dianggap tidak cakap dalam mengambil keputusan, persetujuan dapat dilakukan oleh keluarga lainnya.

"Perempuan yang melakukan aborsi harus dapat pendampingan dan konseling," ujarnya.

Hal ini sesuai dengan Pasal 123 PP Nomor 28 Tahun 2024, berbunyi: Dalam pelayanan aborsi harus diberikan pendampingan dan konseling sebelum dan setelah aborsi, yang dilakukan oleh Tenaga Medis, Tenaga Kesehatan, dan atau tenaga lainnya.

Meski demikian, perempuan yang akan aborasi bisa membatalkan niatnya untuk aborasi. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 124 ayat 1, 2 dan 3 PP Nomor 28 Tahun 2024.

Baca juga : Tidak Terima Direposisi, Pegawai Sudin Perhubungan Jakpus Intimidasi Atasan

Pada ayat 1 berbunyi: Dalam hal korban tindak pidana perkosaan dan/atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan memutuskan untuk membatalkan keinginan melakukan aborsi setelah mendapatkan pendampingan dan konseling, korban diberikan pendampingan oleh konselor selama masa kehamilan, persalinan, dan pascapersalinan.

"Ayat 2 berbunyi: Anak yang dilahirkan dari ibu korban tindak pidana perkosaan dan/atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan berhak diasuh oleh ibu dan/atau keluarganya," ujarnya.

Dan, ayat 3 berbunyi: Dalam hal ibu dan/atau keluarga tidak dapat melakukan pengasuhan, anak dapat diasuh oleh lembaga asuhan anak atau menjadi anak yang dipelihara oleh negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Jadi aborsi harus dengan persetujuan dari korban perkosaan atau tindak kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan. Jadi harus sangat siap untuk melakukan tindakan aborsi, kita tenaga kesehatan sangat siap bila diminta bantuan untuk melakukan aborsi," ujarnya. (MGN)

Index Berita
Tgl :
Silahkan pilih tanggal untuk melihat daftar berita per-tanggal